Senin, 18 Juni 2012

Lucky Dream

Sungguh-sungguh maaf yang hanya dapat keluar dari mulutku. Seharusnya tulisan ini dipampang tanggal 17 Juni 2012 tapi karena hari itu aku begitu sibuk beres-beres dan penyegaran di Bandung, jadi baru sampai dikosan sekitar jam setengah sebelas malam. Weeeh, begitulah jadi kemarin pun sepertinya aku tidak sanggup melakukan apapun, tidak ada gairah atau semangat untuk melaju kemanapun. Berlebihan? Mungkin. Hahaha. Kemarin pun aku seperti orang yang tidak nyambung dengan apa yang dikatakan orang lain. Aku ingin berjalan-jalan ke pasar sendirian tapi ragu karena tidak tahu cara berbelanja sedikit di pasar. Jadi kemarin aku meminta Mamaku datang mengajariku. Jujur, hidup sendiri dengan harus memenuhi segala kebutuhan sendiri itu membosankan. Sangat membosankan. Berinteraksi dengan orang lain pun aku tidak bersemangat karena wajah jerawatan. Ampuni aku Tuhan yang selalu mengeluh ini. Hilang semangat Tuhan, tidak ingin ke kampus pun, tidak ingin kemana-mana pun. Tapi aku masih ingin menulis, menulis, dan menulis.

Untuk tulisan ini aku ingin menceritakan tentang bunga tidurku dimana ada saudara Lucky di sana. Saudara? Darimana asalnya? Hahahahaha. Awalnya aku menganggap bahwa itu mimpi hanya sekedar mimpi saja. Namun setelah terjadi hingga tiga kali dan dapat kuingat secara garis besar (karena menurut buku yang aku baca mengenai mimpi, manusia akan mudah melupakan mimpinya setelah bangun), aku pun jadi bertanya-tanya. Mimpi-mimpi itu terasa nyata dan sulit aku jelaskan bagaimana rasanya dengan terperinci. Yang menjadi pertanyaanku, apakah ini mimpi datang dari Tuhan atau ini hanya mimpi dari keinginan terdalam alam bawah sadarku? Sebelum dianalisis sejauh itu ada baiknya kuceritakan dahulu soal bunga tidurku itu. 

Mimpi pertama. Pagi itu aku terbangun dengan tenang, tapi tetap kaget lalu tersenyum-senyum senang sendiri. Mimpi jadi Ratu Sejagat yang bertemu dengan Raja Idaman? Hahahaha, tidak. Malam itu aku bermimpi sesuatu yang menyenangkan. Suasananya seperti retret. Namun ada suatu tempat seperti aula dimana banyak terdapat kursi pesta berjejer di sana. Di sana ada Lucky dan sahabat-sahabatnya, Gery dan David. Tentunya ada aku di sana. Dari awal acara (entah acara apa) aku tidak dapat melepaskan pandanganku ke Lucky. Antara perasaan heran ada dia disini dan ingin tahu sebenarnya ada apa, hingga tanpa sadar dia pun memandangku juga sembari tersenyum. Senyuman menarik. Aku pun mengalihkan pandanganku. Tanpa sadar Lucky menghampiriku dan menanyakan kabarku dan aku (sepertinya) hanya tersenyum. Lalu tibalah saat pindah ke ruangan yang seperti aula itu. Di sana aku sedang duduk di bagian depan dengan Bapakku. Namun tidak lama setelah kami ngobrol, Bapakku pergi dan tiba-tiba datang kembali membawa Lucky. Didepanku, Bapakku menitipkan aku kepada Lucky dan meminta dia menjagaku. Kemudian setelah itu kami duduk berdua berdampingan di situ. Mungkin wajahku saat itu sangat kaget.

Mimpi kedua. Aku sedang berjalan-jalan bersama sahabat-sahabatku, Nana, Neng Cit, dan Riris. Kami berada di tempat seperti Taman (karena ada berbagai bunga berwarna cerah dan rumput-rumput yang tertata rapi dan tanaman pagar yang terawat) dan sedang bersenda gurau sambil menyusuri jalan setapak kala itu. Namun, aku tiba-tiba terdiam karena melihat tiga orang lelaki sedang berjalan dari arah berlawanan. Lucky, Gery, dan David. Dan Lucky pun terdiam saat melihatku. Dia dan aku pun hanya tersenyum malu-malu. Sahabat-sahabatku pun mulai menyadari kami akan berpapasan dengan siapa, dan dengan semangat mereka mulai mengusikku dengan beragam candaan, persiapan, dan percakapan. Tapi aku hanya menolaknya sambil tersenyum kecil. Dan sepertinya perlakuan itu juga datang dari kelompok di hadapan kami. Saat kami berpapasan, entah bagaimana caranya, tiba-tiba Lucky memegang tanganku dan menahanku hingga dia dan aku berbalik saling melihat satu sama lain. Dia tersenyum lebar (memperlihatkan gigi) dan aku yang kikuk pun jadinya tersenyum malu. Sedangkan sahabat-sahabat kami hanya melihat sambil tertawa dari kejauhan. Dan setelah beberapa menit dia melepaskan tanganku dan kami kembali melanjutkan perjalanan kami. Habislah kami menjadi bahan candaan sahabat-sahabat kami. Saat bangun, tanganku menengadah ke atas dan kehangatan genggaman tangannya masih dapat kurasakan

Mimpi ketiga. Aku sedang berkumpul dengan keluargaku. Di sana ada Bapak, Ibu, adikku, dan aku. Tiba-tiba kulihat Lucky datang, duduk bersama dengan kami. Dia pun berbincang-bincang dengan lancar dengan keluargaku saat itu. Aku yang ada di situ pun hanya terheran-heran dan merasa sangat kaget dengan kehadiran dia di situ. Aku pun hanya jadi pengamat dan pendengar yang bijak di situ. Aku sembari berpikir apa yang terjadi dan mengapa dia di sini. Namun, itu tidak berlangsung lama sampai aku pun memutuskan untuk tidak berpikir macam-macam dan cukup hanya merasa senang dengan apa yang kulihat dan kurasakan. Tidak lama setelah berbincang-bincang dengan keluargaku, dia pun meminta izin ingin berbincang-bincang denganku. Keluagaku pun mengizinkan. Dan dia berpindah duduk di sebelahku. Kami pun mulai mengobrol panjang, seru, dan seperti dua orang sahabat lama yang lama tidak bertemu, kami tidak merasa canggung untuk berbagi cerita mengenai apapun. Tidak lama setelah itu aku pun bangun. Terkaget dan sangat bersyukur menerima mimpi yang indah. Tidak kusangka hingga sejauh itu mimpi yang kualami.

Setelah beberapa waktu kupendam bunga-bunga tidurku untuk diriku sendiri, aku pun akhirnya menceritakan mimpi-mimpiku itu kepada Neng Cit. Hari itu aku mau ke bengkel mengecek ban belakang yang kurasa kempes dan goyang. Kuajak Neng Cit hari itu. Dengan undangan makan pempek Calvin. Di ruang tunggu bengkel, aku pun menceritakan mengenai segala mimpiku itu. Menceritakannya dengan penuh semangat dan keheranan karena memang itu yang kurasakan. Dan kemudian mengkombinasikan dengan buku mengenai mimpi yang baru kubaca. Kudiskusikan dengannya. Dia pun akhirnya menyimpulkan bahwa mimpi-mimpiku ada karena jauh di alam bawah sadarku, aku tetap ingin Lucky menjadi bagian dari hidupku. Itu terlihat dari tokoh-tokoh yang terlibat dalam mimpiku. Ada orang tuaku, adikku, sahabat-sahabatku. Ya, harus kuakui, semenjak aku memutuskan untuk tidak lagi meletakkan rasa istimewaku hanya untuk dia, aku selalu menyangkal keberadaan dia dalam pikiranku. Keinginanku pun untuk merindukannya selalu aku sangkal. Aku tidak yakin itu didatangkan oleh Roh Kudus. Aku berpikir itu datang dari Roh lain yang ingin mengecohku. Tapi setelah aku mendengar komentar Neng Cit, aku pun jadi yakin dengan kalimat yang pernah kubaca di buku, bahwa semakin kita menyangkal sesuatu yang kita inginkan, semakin kuat keinginan itu tumbuh di pikiran kita, sadar atau tidak sadar. That's all just my "Lucky Dream" XD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar