Rabu, 13 Juni 2012

Java Man

I will tell about a heroic man? Hahaha absolutely no! Di sini aku akan bercerita mengenai Yohanes, salah satu peserta audisi program Trans TV tahun lalu. Ya, dia sempat mendekatiku dan kami sempat jalan bersama meskipun hanya sekali. Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, sebagai LO, aku memegang dokumen lima orang peserta dan berusaha membantu mereka memenuhi kebutuhan yang sewajarnya. Dan yohanes termasuk salah satunya. Tapi, sejujurnya, Yohanes itu bukan nama aslinya pembaca, itu nama baptis atau permandian dalam Nasrani. Itu pun kuketahui tanpa sengaja ketika aku mengirimkan SMS untuknya dan kemudian dibalas oleh Ibunya! Hahahaha. Kembali pada masa awal mula aku tertarik padanya. Saat aku melihat dokumennya satu hal yang membuatku menarik adalah dia seorang yang beragama Katholik. So seldom for me, yang bukan anggota aktif gereja atau mengikuti semacam komunitas religi sesuai dengan kepercayaannku. Dari situ aku mulai membaca portfolio miliknya dengan sebaik mungkin.
Portfolio itu begitu lengkap, karena selain mencantumkan riwayat hidup dan pertanyaan-pertanyaan standar audisi tapi juga mencantumkan pertanyaan-pertanyaan yang sangat bersifat pribadi. Jadi, kurang lebih aku sudah mengenal melalui jawaban-jawaban yang dia cantumkan dari pertanyaan-pertanyaan itu. Di situ dia menuliskan bahwa dia adalah (kurang lebih) seorang pendendam, pendiam, dan pekerja keras. Yeah, Yohanes punya dua sisi dari pengenalannya terhadap dirinya sendiri. Pendendam, karena dia merasa keluarganya telah dilecehkan oleh keluarga besarnya. Namun, itu semua sangat berlawanan ketika kulihat hobinya membaca komik. Dan mengenai kedekatannya dengan Ibunya, hmmm, melihat dia adalah anak tunggal. Jadi, awal mula aku beranggapan bahwa dia adalah seorang pria yang sudah dewasa dari umurnya tapi bukan dari sikapnya. Tapi, saat itu mungkin saja aku salah, pikirku.
Sampai pada babak kedua menuju babak ketiga audisi, dia gagal. Mungkin salah satunya karena aku juga. Secara jujur aku menilai dia dari apa yang kubaca dan kualami saat bersama berhadapan atau mengobrol dengan dia. Lalu, sesaat sebelum dia pulang aku pun akhirnya sempat meminta maaf padanya. Dan pembaca, kalian harus tahu apa yang kulihat. Ekspresi menahan air mata yang begitu dalam. Saat itu aku benar-benar merasa bersalah, tapi tanpa daya, karena memang bukan aku yang menentukan. Namun, di satu sisi aku jadi tambah yakin bahwa di balik sikapnya yang katanya mudah untuk membenci atau dendam karena disakiti, dia sebenarnya adalah pribadi yang rapuh, sesungguhnya baik, dan kesepian. Aku merasa seperti melihat salah satu cerminan diriku sendiri. Kata maaf untuknya, mungkin bernilai sama seperti diriku, yakni, SANGAT MAHAL. Ya, itulah saat perpisahan kami di momen audisi.
Mungkin, dia dan aku sama-sama saling merasa tertarik oleh suatu hal, hingga secara bergantian, salah satu dari kami tetap berusaha menjaga hubungan. Sampai akhirnya, dia mengatakan akan ke Bandung. Aku pun merasa cukup senang dan bertambah lagi saat dia menanyakan apakah aku mau menemani dia menikmati kota Bandung? WOW, after a long time had been "dating" just with Mr. T, finally someone else asked me out. Dengan memakai tuntunan Mr. T, aku pun dengan datar menyetujuinya. Begitulah seharusnya menurut Mr. T. Akhirnya kami berdua janjian. Sesuai saran Mr. T, aku pun di minta untuk tidak datang tepat pada waktunya. Dan itu lumayan bekerja, sembari melihat bagaimana reaksinya. Ternyata dia cukup sabar. Akhirnya kami memulai perjalanan dari tempat yang ingin dia tuju saja. Aku pun menawarkan beberapa tempat yang biasanya menjadi tempat tujuan wisata. Dia memilih untuk berjalan-jalan di Taman Kota. Ya, ada beberapa Taman Kota yang berada di tempat-tempat yang mudah dijangkau.
Perjalanan pun di mulai. Entah dia berniat untuk membalas dendam, entah dia berniat untuk menguji kesabaranku jika ditempa kondisi yang sulit. Yang jelas, dia banyak sekali menolak tempat makan atau tempat jalan-jalan yang memang cukup mengeluarkan biaya (yang menurut mahasiswa Bandung masih wajar) dan malah mengajak aku makan di pinggiran Lapangan Gasibu. Setelah itu kami berjalan kaki diteriknya matahari siang itu, menuju taman di sebelah Gedung Sate, berfoto-foto. Aku memang kelihatan sangat kelelahan. Apalagi mengingat demi berjalan bersamanya aku melakukan perawatan wajah terlebih dahulu sehari sebelumnya. Seharusnya aku belum boleh terekspos matahari untuk tiga hari ke depan. Tapi sudahlah sudah terjadi. Lalu dia menanyakan apakah ada tempat lain yang bagus sebagai tempat foto. Aku pun langsung merekomendasikan Braga. Memang karena dari dahulu Braga dikenal sebagai tempat pengambilan foto yang bagus dan karena nilai seninya seagai kota tuanya Bandung. Ya, kami pun berfoto-foto di sana, menyusuri sepanjang jalan sambil aku bercerita bahwa Braga sering juga dijadikan tempat pameran budaya.
Kami pun beranjak dari Braga ke tempat lain karena dia masih ingin melihat tempat sejuk seperti taman sebelumnya. Lalu aku pun mengajaknya ke Taman Kota yang terbesar di seberang Kantor Cabang Bank Indonesia Bandung. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Braga dan dapat kami tempuh dengan berjalan kaki. Kami pun melewati gereja, dan sempat aku ajak dia untuk masuk tapi dia tidak mau. Aku mengerti dia begitu marah sama Tuhan atas apa yang keluarganya alami. Ya, lanjutlah kami ke taman. Di sana kami berdua kembali berfoto-foto lalu setelah itu kami berteduh di bawah pohon besar duduk saling membelakangi sambil aku bertanya tentang hidupnya. Juga alasannya membenci keluarga besarnya. Dia pun sepertinya percaya kepadaku. Dia begitu terus teran menceritakan semuanya kepadaku. Tapi aku sendiri malah takut untuk menceritakan apa yang kualami, karena kupikir aku tidak sedramatis dia. Sampai situ, karena hari menjelang Maghrib, dan aku terlanjur berkata bahwa aku tidak dapat tidur kalau tidak mandi sore, dia pun mengajakku pulang.
Ada momen dimana aku sangat kecewa karena aku seperti ditinggalkan begitu saja, saat angkutan umum yang harus dia naiki datang dan dia hanya begitu saja pergi meninggalkanku sendirian di pinggri jalan menunggu angkutan umum yang harus kunaiki lewat. Awalnya aku tidak sadar aku kecewa. Yang kurasa hanya sedih dengan cara perpisahan kami itu. Tapi, setelah aku membaca buku, aku pun tersadar. Ya, aku semakin yakin bahwa dia memang belum dapat berlaku dewasa dalam memperlakukan wanita selain Ibunya. Karena ada momen juga di saat aku dan dia hendak menyeberang jalan. Inisiatif dan keberanian dia untuk menyeberangkan aku itu sangat kurang dan lamban. Mengapa aku dapat bilang begitu? Karena Bapakku, yang hingga seumur sekarang ini saja, jika kami hendak menyeberang bersama-sama, beliau langsung dengan sigap memegang tanganku dan berjalan selangkah lebih maju dariku. Itu sangat sangat berbeda. Yah, dan aku pun mulai merasa tidak nyaman jika harus lebih dari sekedar berteman dengannya.
Aku berjalan dengannya itu di tanggal 01 Maret 2011. Beberapa saat sebelum aku kecelakaan motor. Dan saat aku sakit, aku urung memberitahu dia karena, mengingat dia benar-benar hanya memperlakukanku sebagai pemandu jalan bahkan bukan sebagai temannya. Namun, yang membuat aku begitu senang. Saat dia kembali menghubungi dan akhirnya mengetahui aku sakit, dia menjadi sangat perhatian. Tapi aku benar-benar dalam pemikiran yang sangat negatif saat itu hingga aku tidak ingin membuka pntu kesenangan atau harapan kosong lagi. Hasilnya, beberapa kali dia mencoba meneleponku tapi aku tidak mau mengangkatnya atau tanpa sengaja pun aku tidak menjawab teleponnya. Ya, seperti, aku tertidur, ke kamar mandi, atau telepon selularku ketinggalan di rumah. Tuhan mungkin mengerti kondisiku saat itu hingga Dia tidak mengizinkan aku mengobrol dulu dengan Yohanes. Mungkin karena itu juga dia sudah bosan menghubungiku via telepon hahaha. Beberapa kali aku menebusnya dengan mencoba mengirim pesan via facebook atau SMS bertanya tentang kabarnya atau kuliner di Semarang, tempat dia tinggal sekarang, setelah sebelumnya tinggal di Surabaya.
Saling menjaga komunkasi meskipun tidak sering cukup membuat kami memiliki hubungan baik sebagai teman. Hingga akhirnya dia memakai BB, dan meminta PIN BBku. Aku terkaget juga dia akhirnya memakai BB, karena sebelumnya dia memilih memakai android karena fiturnya lebih dia sukai. Ya, aku pun hanya dapat merasa senang. Tapi dasar aku yang memang tika terlau maniak BBM, aku pun dengannya jarang mengobrol. Sampai akhirnya BBku rusak dan semua kontakku hilang. Aku pun akhirnya hanya menggunakan SMS. Yang membuat aku terkejut lagi adalah, dia tidak mengenal nomor yang kugunakan. Padahal baru beberapa waktu yang lalu aku mengirimkan SMS kata-kata bijak yang memang ingin kubagikan kepada orang-orang yang aku inginkan saja menerimanya. Tiga hari atau bahkan dua hari sekali aku dapat mengirimkannya dan baru saat aku SMSM menanyakan sesuatu lagi dia tidak mengenali aku. Masih, beritikad baik, aku pun mengirimkan pesan di dinding buku mukanya untuk meminta PIN dia agar dapat kuundang kembali menjadi salah satu kontakku. Tapi sejauh ini tidak ada tanggapan. Itu berarti hubungan ini sudah tidak baik lagi. Terima kasih Tuhan. Lebih banyak cinta lagi untukMu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar