Selasa, 09 November 2010

A Letter to Aga

Bandung, 10 November 2010
Hai Aga, apa kabar? Berharap kamu baik-baik saja. Aku minta maaf  ya sudah memindahkan kamu dari daftar teman facebook aku. Jujur, sms kamu yang simpel waktu itu buat aku senang, kamu masih ingat sama aku, tapi aku juga heran kenapa tiba-tiba kamu sms aku, ternyata kamu punya status hubungan baru.

Aku kira aku bisa ikut senang dengan hubungan baru kamu itu, aku benar-benar bisa menganggap kamu seperti teman-teman lelaki aku yang lain, tapi ternyata aku tidak bisa. Saat itu sampai sekarang aku benar-benar lagi dalam masalah yang berat sekali ga. Dan ternyata tahu kabar baru dari kamu, seperti menambah beban yang lagi aku usahakan untuk selesai sekarang. Aku tidak mengerti kenapa aku mesti sakit hati lagi karena kamu, mengapa pengaruh kamu masih begitu besar buat aku, padahal dari dulu kamu tidak peduli sama apa yang terjadi sama aku, hehe, kamu tidak peduli bagaimana rasanya sms tidak dibalas, telepon tidak diangkat, curhat dianggap angin lewat. Aku bukan siapa-siapa kamu jadi kamu tidak perlu sungkan mengenalkan langsung pasangan baru kamu itu. Aku malah akan tambah sakit hati kalau kamu meperlakukan aku seperti ini.

Kenapa kamu tiba-tiba sms aku saat itu? Kenapa ya kamu tidak menanyakan kabar aku dulu waktu sms? Bukannya itu wajar ya? Apalagi setelah lama tidak ada kabar. Kamu jadi kayak pariban yang aku ceritain ga. Maka dari itu aku sedih, aku kesal banget. Sepertinya kamu sama saja dengan yang lain. Aku bukan obyek yang tidak punya hidup. Mungkin rasa ini masih ada dan kamu pasti tahu itu buat kamu, tapi aku bukan fans kamu, yang bisa kamu perlakukan seenaknya. Aku juga ingin ada seseorang yang tulus perhatian sama aku, yang benar-benar bisa menghargai aku, menerima aku apa adanya. Tolong jangan permainkan perasaan ini hati ini.

Maaf kalau aku banyak asumsi, aku banyak berkesimpulan, aku banyak bertanya, silahkan kamu berpendapat yang berbeda karena apa yang aku katakan ini tidak semuanya benar. Aku cuma ingin kamu tahu yang aku pikirkan. Ingin jelas saja, jangan sampai salah paham karena beda persepsi, supaya bisa lebih banyak belajar dan hidup lebih baik lagi, juga bisa bertemu dengan orang yang lebih baik lagi ke depannya. Aku berani berbuat begini karena aku tidak tahu berapa banyak waktu yang masih aku punya di dunia ini, aku ingin terus bergerak maju. Kamu pasti mengerti.

Sikap aku yang memalukan saat itu cuma ungkapan tulus dari perasaan aku yang tidak bisa aku tutup-tutupi karena aku tidak ingin melewati momen seperti dulu lagi. Salah memang karena ini melenceng dari mind set pria yang lebih senang mendatangi wanita. Tapi aku tidak perlu rasa kasihan ga. Aku ingin bicara langsung sama kamu ga, tapi yang aku tahu selama ini untuk bertemu kamu saja susah, selalu dan selalu tidak bisa. Sebenarnya apa yang kamu inginkan ga? Pasti ada tujuan wall diblokir, PIN yang kelihatan, sms aku setelah berubah status hubungan, lalu tanggal lahir dan lokasi yang masih kelihatan sampai sekarang. Kamu ingin menyampaikan sesuatu? Jelaskan saja ga, aku tidak punya kemampuan baca pikiran orang lain, karena yang paling tahu kebenaran apapun yang terjadi sama kamu, cuma kamu sama Tuhan. Aku juga tidak ingin hanya berasumsi sendiri, aku tunggu. God bless.

Saat Kubuka Hati, Ku Disadarkan Olehnya

3:33 AM, waktu yang ditunjukkan netbook saya. Saat ini saya memang masih ingin melanjutkan dua tulisan lagi, ini dan satu lagi. Melanjutkan yang sebelumnya, seperti yang saya katakan ini baru awal. Setelah kursus kami berakhir, sepertinya itu juga jadi akhir pertemuan saya dengan dia. Meskipun saya mengambil alih tugas menyebarkan bahan materi TOEFL, tapi pada akhirnya jadi dia yang mengerjakan. Berharap bisa bertemu setelahnya saat mengambil CD yang sudah jadi, ternyata hanya harapan saja. Memang hari terakhir kami bertukar YM dan facebook, tidak berapa lama setelah itu, kami pernah beberapa kali ngobrol. Berbagi cerita yang terjadi (tapi saya yang banyak cerita, pada awalnya), saat dia sakit atau buruknya hari saya. Sampai suatu saat saya tanpa sengaja, membuat shoutout YM yang sama dengan teman saya, yang artinya lelah menunggumu. Dia yang katanya melow terbawa suasana sakit, malah mulai bercerita tentang kisah kasih dia dengan seorang perempuan. Cerita yang mengejutkan saya, karena saya pun mengalami hal yang tidak jauh berbeda. Dia memiliki cerita seperti "Lucky Irene", dengan versi yang lebih mengharukan karena perjuangan dia yang terlihat tulus untuk perempuan itu. Saya kagum karena ketulusan dia yang dapat bertahan selama itu. Tanpa disadari ada rasa lain selain itu yang tumbuh.
Setelah berbagi pengalaman yang sama, kami pun beralih pada topik lain, topik saya dengan dia. Saya pun iseng bertanya menanyakan sebenarnya apa yang dia rasakan terhadap saya. Lumayan lama juga dia menjawab sampai pada akhirnya dia menjawab, rasa sebagai teman. Saya pun dikatakan agresif olehnya dan sempat dinasehati untuk jangan berbuat agrresif seperti itu bila nanti menyukai seseorang, karena bisa menimbulkan salah sangka. Saya antara kesal dan bersyukur dapat kejelasan apa yang dia rasa, saya merasa sedih juga. Saya pun mengalihkan pada obrolan yang lain. Saya mencoba gantian bercerita tentang "Lucky Irene" dan sebagai tambahannya cerita pariban saya. Hahahaha, iya saya akhirnya dapat menemukan seseorang yang dapat mengerti problema pariban itu dari dia. Sebagai tambahan saya akan bercerita singkat soal pariban saya ini.Pariban itu saudara yang masih sedarah, namun ada silsilah tertentu yang dalam adat istiadat suku asli keluarga saya, yang membolehkan adanya perkawinan diantara anak cucu mereka yang bersaudara. Haaa kalau sudah berbicara soal saudara, saya bingung, karena setiap bertemu orang yang satu suku dnegan saya, mereka bilang kita bersaudara, dan beberapa langsung berkata, wah berarti saya pariban kamu ya, (---__---)" (kalau bisa izinkan saya menghilang saat itu -bagai menegakkan benang basah-). Seingat saya dua kali saya bertemu dengan orang yang saat baru kenal langsung berkata kalau saya pariban mereka. Satu di perkumpulan katolik di kampus (yang saya tidak tahu ternyata di dalamnya batak sekali) dan satu lagi saat saya dan Emak hendak menanyakan harga mobil pada seorang salesman, tapi berujung pada obrolan dan kenalan kalau saya adalah paribannya. Mengapa saya seperti begitu tidak sukanya mendengar kata pariban?
Jawabannya, mungkin karena pariban saya ini. Pariban saya sepertinya suka sama saya. Dahulu dia pernah datang ke rumah mencoba mencari nafkah, namun karena kurang terampil dengan sikap yang tidak menyenangkan, dia gagal dan kembali ke tempat asalnya. Saat kembali itu, saya masih merasa biasa saja, memang hanya menganggap dia abang. Tapi ternyata sikap saya diartikan lain oleh dia, dia pun sempat menyatakan perasaannya sama saya, saat itu kelas satu SMA, saat saya suka dengan Erick, hehehe. Tapi dia tidak percaya, menganggap saya sukanya sama dia, padahal saya sudah dengan jelas berkata saya sudah suka orang lain. Tapi memang dasar egoisnya tinggi sekali, semenjak itu saya seperti diteror olehnya. Tengah malam di telepon, hanya untuk mendengar cekikikan teman-temannya, di sms terus menerus, semua dengan nomor yang berbeda, sampai berkembang dimana dia menipu saya untuk mendapatkan pulsa. Memaki sudah pernah, bertemu kembali saat saya ke Medan, sudah pernah juga. Saat itu saya berusaha bersikap biasa saja, baik-baik saja, karena kami bertiga diantar berjalan-jalan sama dia. Dia pun sempat cerita masalah-masalah yang dia hadapi, saya pun menanggapinya dengan baik, memberi dukungan, menyemangati. Sampai itu masih berlanjut ke sms atau telepon juga saat kami pulang ke Jakarta. Namun itu semuanya kembali busuk, saat dia mulai berbohong lagi mengenai pekerjaannya, mengenai kehidupannya. Saya sangat tidak suka pembohong, karena saya merasa seperti orang yang dibodohi, meskipun saya akui saya pernah berbohong. Bersikap jujur tidak perlu bayar mahal. Sejak itu saya sudah tidak lagi menghormati dia, saya sudah tidak peduli lagi sama dia. Mungkin dia menganggap saya tetap punya rasa sama dia, saya cuma tidak mau mengakuinya, haduh, dari awal saya sudah bilang saya hanya menganggap dia teman saja, saudara saja, tidak lebih, malah minus karena sikap tidak tahu diri dia. Sikap yang ditunjukkan saat dia datang sebelum pernikahan abang saya tercinta, sikap tidak menghormati Emak saya, dan sikap saat resepsi dan pemberkatan berlangsung, yang membuat kepala ini menggeleng tegas. Akhirnya diketahui dia sudah punya pasangan selama enam tahun, waktu dimana dia selalu mencoba meyakinkan hatinya bahwa saya akan membalas perasaannya dengan baik.
Kembali pada pandangan Mr. Tiga Huruf, menurut dia, yang saya juga baru tahu, kalau pariban lelaki sudah menunjukkan rasa sukanya, sebagai pihak perempuan saya harus mau. Wah, maaf punya maaf, di keluarga saya, meskipun asli dari sana, pemikiran moderat. Emak saya juga tidak setuju. Sempat memang saya stres (tahun ini saya mudah sekali stres), menghadapi kelakuan yang tidak menyenangkan begitu, bergonta-ganti nomor, tapi biarlah biar dia melihat sendiri, dan ternyata setelah resepsi kemarin itu saya pun masih menerima sms selamat ulang tahun, yang entah dari siapa, entah dari pariban itu, yang permintaan pertemanannya sudah saya terima di facebook, lalu melihat status saya, mungkin. Uniknya, dia juga memiliki kasus yang kurang lebih sama dengan saya. Membuat kami tertawa bersama, karena kami berkata, tidaklah kalau dengan pariban, hahahaha. Itu malam yang panjang tanggal 20 Juli 2010. Obrolan via dunia maya itu ditutup dengan kemunculan bulan purnama yang berwarna kekuningan, warna yang beda dari biasanya, menurut dia, yang kemudian memintaku untuk melihatnya keluar (sesuatu yang manis, gula kali, haha). Pagi datang tapi yang saya rasakan pertama kali justru rasa sakit yang menusuk. Ternyata perkataan dia mengenai saya yang agresif, saya yang hanya temannya, membuat saya seperti itu, menyadari saya akan segala perbuatan saya di masa lalu, membuat saya malu dengan diri saya sendiri. Baru sekali itu dalam keseluruhan hidup saya, ada kritik yang benar-benar menjawab semuanya. 
Saya kesal sekali awalnya, saya sedih sekali juga, dianggap sebagai perempuan yang tidak punya harga diri. Mulai dari percakapan itu, semuanya berubah. Apalagi saya yang dengan keberanian saya mengirimkan sms yang mengatakan : sebenarnya orang yang saya suka tidak perlu salah sangka, karena saya tidak akan mau diantar pulang hampir setiap hari sama orang yang baru dikenal, kalau saya tidak percaya sama dia; karena saya belum pernah ngajak makan seorang lelaki diluar kecuali sama dia; karena saya tidak akan senyaman dan selepas itu berekspresi depan lelaki yang baru dikenal kecuali sama dia; karena saya tidak akan sesenang itu mengetahui dia berencana mengajak saya bersuka ria bersama jika itu bukan dia; karena saya tidak akan seniat itu kembali ke Bandung untuk kursus kalau saya tidak ingin melihat dia di minggu terakhir; dan tidak akan merasa sesakit ini saat dia bilang itu semua hanya rasa sebagai teman. Dia saat itu hanya diam. Saya tahu dia mengerti cuma dia belum bisa menerima itu semua karena masih ada jejak yang dulu. Saya mengerti, karena saya pun dulu seperti itu. Saya yang dulu mendirikan dinding tebal demi menjaga hati yang telah diberikan kepada seseorang namun tidak pernah dikembalikan secara utuh. Karena saya yang sekarang ini datang kepadamu adalah saya yang sendiri sedang berusaha untuk membangun sebanyak mungkin jendela dan pintu di dinding itu, agar saya dapat belajar bahwa semua yang datang, tidak selamanya dapat ditahan untuk tinggal, sebab ada saatnya untuk melepaskan pergi.
Saat saya ingin menjelaskan semuanya sambil makan siang bersama, dia mengelak dan berkata tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, dan penegasan kita masih berteman? Ya, jawab saya. Setelah itu saya masih berkomunikasi dengan dia, dia pun masih menanggapi dengan baik, hingga ada acara kampus, dimana saya diundang datang, namun saya yang hanya temannya terlalu percaya diri jika harus datang sendiri, saya tidak ingin. Sepertinya dia kesal, maaf. Saya pun mengundang dia ke acara kampusnya sendiri, yang berhubungan dengan ulang tahun Bandung, tapi dia tidak bisa datang juga. Sampai semuanya harus saya hentikan, karena saya terlalu terfokus akan dia, yang hanya menganggap saya teman. Di saat terakhir saya butuh saran untuk memecahkan suatu masalah keluarga, dia tidak mengangkat telepon atau menjawab obrolan dengan kepedulian seperti dulu, mungkin dia memang lelah, tapi sampai keesokan harinya pun, dia tidak peduli, sakit hati ini. Untung ada Citra, dia menyarankan untuk curhat ke Babe God, hehehe. Memang benar curhat dengan Dia bisa kapan saja dan dimana saja, gratis! Benar-benar selesai pula, hehehe.
Sebulan lebih sesudah kejadian itu. Saya yang sudah mantap seimbang, mulai fokus sama kehidupan saya, apalagi dalam keluarga, karena abang saya akan menikah. Saya hanya dapat mendoakan dan menyerahkan segala yang terbaik bagi dia juga semua orang yang saya kasihi selain dia. Hari itu, tanggal 10 Oktober 2010 pukul 10:00 pagi, saya mendapat kejutan, dia tiba-tiba sms saya. Sms yang aneh, tidak ada basa basi busuk, menanyakan kehadiran saya di suatu acara kampus dia atau tidak. Smsnya berbeda, terlihat senang sekali. Saya yang sedang dirudung masalah besar, senang tapi hanya bisa menjawab sekedarnya. Perjalanan hari itu terasa panjang dan melelahkan, habis diperjalanan saja rasanya waktu saya. Baru keesokan harinya, saya beranikan diri mengirim sms mencoba mencari tahu ada apa sebenarnya. Saya mencoba buka kembali facebooknya dan memang ada yang berbeda, disitu status hubungan dia sudah berubah. Memberikan selamat dan mencari tahu kebenaran mengenai siapa yang mengisi hatinya, ternyata tidak segampang itu, padahal dia bilang kita teman. Saya hanya tahu sedikit, tapi tidak tahu benar atau tidak, sesuai yang dia katakan bahwa pasangannya di Jakarta. Saat dia mengajak ujian final TOEFL bareng, saya yang hanya berstatus teman, tidak enak bila tidak mengajak yang lain, jadi memang saya tidak memberi kepastian yang berujung dia tidak datang. Padahal dia sudah daftar duluan, hmmm, sudah niat tapi tidak jadi. Padahal saya ingin mengundang dia dan pasangannya itu ke resepsi pernikahan abang saya. Saya ingin tahu saja, tidak bertujuan jahat atau apapun itu. 
Saya sedih sekali, mungkin memang beginilah saya. Sepenuh hati saya berikan, padahal saya belum tentu bersama dia. Saya hanya ingin benar-benar merasakan hak istimewa saya dalam mencintai atau menyayangi atau menyukai seseorang tanpa setengah-setengah. Sesudah itu, sms terakhir saya yang berusaha tahu siapa pasangannya tidak dibalas juga. Dia pun tidak peduli apa yang terjadi sama saya. Tapi saya yang tidak mengerti mengapa hanya dengan keberadaan smsnya saja membuat saya kembali buyar, terfokus pada banyak pertanyaan tentang dia. Tentang shoutout YM dia yang memasang Mary Jane-The Click Five lah (lagu yang menurut saya bukan lagu kasmaran), atau dia lagu dengan lirik open your heart. Keraguan akan kebenaran status hubungan dia menjadikan beban bertambah berat, yang pada akhirnya membuat saya benar-benar stres dan ingin mati saja (menyeramkan dan berlebihan ya?). Tapi, tanggung jawab akhirat yang lebih besar membuat saya urung (hahahahaha, becanda ini). Pernikahan abang saya pun tidak dapat saya nikmati dengan perasaan bahagia, maaf abangku.
Saya tidak tahu dapat bertemu dengan dia lagi atau tidak setelah menulis ini, karena saya dengan ekstrimnya memindahkan dia dari dunia maya dimana saya dapat melihat dia. Terakhir saya tahu dia menyembunyikan status hubungannya itu dan bila saya lihat profilnya yang cuma segelintir, saya dapat mengetahui tanggal lahi dan lokasi dia sekarang. Kebenaran akan peristiwa yang sebenarnya hanya diketahui Tuhan dan dia. Cuma sekiranya dia tertarik masuk ke blog ini, saya ingin dia membaca surat yang akan saya tulis setelah ini.

Saat Ku Diberi Kesempatan

Tahun ini, 2010, adalah tahun yang penuh tantangan dan cobaan bagi saya. Dari awal tahun, dimana saya dan keluarga di rumah melakukan rutinitas kumpul keluarga, tahun ini di puncak, saya mendapat doa baru. Doa agar sekiranya saya dapat menemukan pangeran impian saya. Hahaha geli campur senang mendengarnya. Malu juga memang sudah mulai di mata-matai secara tidak langsung, hehehe. Mungkin ini juga motivasi saya untuk melepas pergi "Lucky Irene". Hari-hari saya saat pertengahan tahun ini disibukkan dengan program magang yang saya ikuti. Seru juga bertemu orang baru lagi. Senang dapat pengetahuan baru. Meskipun pasti ada sisi yang kurang berkenan tapi itulah proses belajar, kadang menyenangkan kadang tidak. Saat itu tepatnya tanggal 08 Juni 2010, saya diharuskan mengikuti program magang yang saya inginkan di Bank Indonesia. Saya sempat kaget juga, karena bersamaan dengan itu saya pun harus mulai masuk kursus lanjutan TOEFL di tempat Myles dan Mark berada, hahaha. Mau tidak mau, suka tidak suka, harus saya jalani keduanya.
Awalnya lelah juga harus kerja rodi untuk membagi waktu antara selesai magang lalu langsung kursus. Tapi setelah dijalani, bisa juga ternyata, hehe. Hari pertama masuk kelas kursus itu, saya kaget. Hanya delapan siswa, sudah seperti semi privat. Haduh tidak bisa bebas berekspresi juga, karena tujuh orang perempuan dan seorang lelaki, dan hanya kami bertiga perempuan yang berasal dari kampus yang sama. Sedangkan yang lain berasal dari Institut yang terkenal dengan keseriusan mahasiswanya menjalin materi kuliah. Pertama kali masuk, saya langsung sadar keadaan kelas dengan lelaki yang hanya seorang. Lelaki yang ganteng, tapi terlihat serius sekali, hmmm hanya melihat ke buku dan guru saja. Tidak pernah terpikirkan untuk dapat kenal dengan orang yang kelihatannya seperti itu. Seperti keajaiban saja kalau bisa kenal, itulah yang saya pikirkan saat itu. Tapi lumayanlah ada pemandangan, hahahaha. Namun, siapa sangka tiba-tiba saya harus kenal dia, saya mendapat pembelajaran dari dia, sosok yang mirip sama saya.
Mungkin saat itu minggu kedua saya magang. Saya yang selalu pulang sore, memiliki dua pilihan. Pertama, jika damri cepat datang, saya akan sempat bersih-bersih dulu di kosan lalu berangkat kursus. Kedua, kalau keadaan pertama terjadi sebaliknya, mau tidak mau saya langsung pergi ketempat kursus. Waktu itu saya sudah berencana untuk menjalankan pilihan pertama, namun ternyata undangan makan sushi bersama lebih menggiurkan saya yang memang suka makan, hehe. Jadilah saya nekat untuk makan, padahal saya tidak bawa buku materi kursus saat itu. Masih bisa pinjam, pikir saya. Keasyikan makan sushi, ditambah insiden Ms. Kingkong, saya pun mengalami keterlambatan. Jadilah saya yang paling akhir masuk kelas. Malu dan kurang sopan bila harus melewati guru yang duduk di tengah, demi mencapai tempat duduk teman sekampus yang membawa buku, saya pun duduk di kursi terdekat. Dan baru sadar, ternyata saya duduk dekat dia. Hari itu hari perkenalan (karena gurunya ada dua), dan saat saya masuk, saat itu dia sedang memperkenalkan diri. Terpotong dengan kedatangan saya lalu saya pun langsung disuruh memperkenalkan diri (aduh tidak dikasih kesempatan bernapas dulu ya, tadi lumayan tergesa-gesa). Setelah selesai memperkenalkan diri, saatnya materi. Waduh, saya tidak bawa buku dan saya tidak mungkin lagi pindah tempat duduk. Jadilah dengan wajah tebal dan konyol, saya pun menanyakan apakah bukunya bisa dipakai bersamaan dengan saya? Untungnya dia dengan wajah selamat datang mengiyakannya dengan kata-kata yang selanjutnya lumayan tidak enak, yakni, berarti yang ini sama yang ini tolong dikerjain ya. Weits, asas manfaat, ckckckck.
Lalu setelah hampir selesai jam kursus, saya bertanya sama dia, namanya (jujur, paling susah menghapal nama). Namanya singkat, tiga hururf saja (syukur jadi gampang diingat). Lalu saat pulang, saya mengucapkan terima kasih atas bukunya, sembari menyenggol tangannya. Dia kelihatan kaget sekali (ekspresi yang berlebihan buat saya), dan langsung mengiyakan. Lalu yang buat saya kaget, dia menawarkan untuk mengantarkan pulang. Wah lumayan juga pikir saya (contoh orang tidak mau rugi, jangan ditiru kalau bisa, hehe), karena saya selalu pulang jalan kaki, sekalian berpikir buat olahraga juga. Selagi ada yang berbaik hati mengapa mesti ditolak, hehehe. Sepanjang perjalanan saya yang bingung harus berbicara apa, akhirnya hanya diam saja, mengucapkan terima kasih saat sampai depan jalan besar (saya tidak mau merepotkan dia yang bawa mobil untuk masuk ke dalam gang yang penuh pedagang makanan), dan turun. 
Dua hari berikutnya, saya tidak pulang bersama dia. Entah mengapa saya sedih, sampai besoknya saya menangis sambil makan sushi (hahaha yang ini sebenarnya salah satu kehebatan saya, yang tetap harus makan dalam keadaan apapun - malas kalau harus dirawat di rumah sakit lagi sebenarnya - hehehe). Minggu depannya saya pun berusaha bersikap biasa, meskipun saya duduk bersebelahan dengan dia, tanpa sengaja. Namun, entah mengapa saya susah menolak ajakan dia untuk mengantarkan saya pulang. Saya pun sempat berpikir, mengapa sama diri saya ini, saya merasa jadi orang lain. Mungkin pada dasarnya memang saya dan dia kurang memiliki kemampuan berkomunikasi lisan dengan baik atau mungkin memang sudah mulai ada udara yang berbeda saat itu diantara kami berdua, obrolan kami pun terasa kaku, hingga saya turun dan merasakan betapa bodohnya obrolan kami yang kedua itu, hahaha. Keesokan harinya, saya berusaha bersikap biasa, apalagi dia mengajak dua teman saya yang lain turut serta untuk diantarkan pulang. Baguslah, mereka yang ngobrol, saya duduk manis, hehe. Hari ketiga minggu ketiga, saya dikagetkan dengan dia yang membawa bulatan besar ke kelas. Bola? Bukan, ternyata helm. Wew, saya kaget. Kami yang seperti terprogram duduk sebelahan (saya memang suka telat atau suka terlalu cepat datang, dan dia terkadang melakukan hal yang sebaliknya saya lakukan itu), jadi terkadang merasa tidak enak dengan yang lain. Apalgi hari itu 23 Juni 2010, saya pertama kalinya diantar pulang dengan motornya. Sembari dijalan pulang, saya yang memang kelaparan mengoceh, mau makan dulu tidak? Dia kaget (lagi-lagi) sambil berkata, tadinya saya juga mau ngajak makan. Heh? Kaget juga saya, senang, kami punya pemikiran yang sama, tapi saya jadi diam, tidak tahu harus ngomong apa. Setelah mutar mencari tempat makan yang menurutnya enak saja, secara orang lapar yang penting makan, hehehe. Dapat juga memang, tempat langganan dia, tapi dia jadi keasyikan nonton Piala Dunia, hahaha, saya pun ingin bergegas pulang supaya bisa teriak sepuasnya. Saat makan itu, saya yang telepon selularnya sedang eror karena jatuh, memang ingin menguji apakah benar masih dapat berbunyi atau tidak, tanpa sadar meminjam telepon dia untuk sekedar misscalled ke nomor saya. Obrolan kami seperti sahabat yang kenal lama, karena saking banyaknya saya nanya tentang kehidupan dia (hanya kehidupan sehari-hari dan keluargnya melanjutkan obrolan yang kemarin-kemarin saja) dan dia menjawabnya, dia pun jadi tidak segan-segan membuka helmnya sepanjang jalan untuk ngobrol dengan saya. 
Malamnya saya mencoba sms dia (disinilah letak kesalahan saya pada awalnya, saya selalu mendatangi lebih dahulu), saya hanya mengucapkan terima kasih atas traktiran makan malamnya. Sms kami pun berlanjut soal Piala Dunia, masing-masing punya jagoan, hehehe. Meskipun akhirnya jagoan kami berdua kalah, tapi tetap Jerman yang pulang lebih dulu, hahahaha. Esok dan esoknya lagi saya tidak menolak diantarkan dia pulang. Mulut saya seperti terkunci dengan kepala saya yang menggangguk. Pernah suatu hari di minggu terakhir (kalau tidak salah ingat), saya memang mendengar banyak masalah di rumah, saya pulang saja kekosan, langsung berjalan kaki sambil mencari ketenangan. Tiba-tiba dia menyusul saya dengan motornya, saya pun lagi-lagi tidak kuasa menolak, akhirnya diantarkan pulang, tapi dengan saya yang sedang banyak masalah, saya tidak ingin sendirian, saya ingin makan. Akhirnya dia pun menemani saya makan sambil mendengar ocehan saya. Huhu, egoisnya saya yang menyita waktu belajarnya padahal dia katanya ada ujian besok. Maaf ya, kata saya selesai mengoceh, hehehe. Komunikasi kami hanya sebatas sms, itupun lebih banyak saya yang memulai, dan kemudian berlanjut ke om yahoo lalu tante facebook. Hanya beberapa kali dia sms duluan, itupun kalau saya tidak muncul dikelas.
Seperti saat adik saya datang untuk liburan. Saya yang sibuk dengan magang dan kursus jadi merasa bersalah juga kalau tidak sempat menemani dia. Saya pun berusaha paling tidak memenuhi pesanan oleh-oleh adik saya. Bonibo yang sudah tahu saya sedang dekat dengan seorang lelaki itu pun, mengatur strategi untuk saya bersama kedua teman saya. Mereka menyuruh saya untuk pergi bersama dengan lelaki itu membeli semua oleh-oleh yang diinginkan oleh adik saya. Jadilah saya dengan pasang wajah tebal, komunikasi yang membingungkan, diantar oleh lelaki itu untuk membeli oleh-oleh. Letak daerah yang cukup jauh, waktu dia pun tidak banyak, disibukkan oleh belajar dan bisnis, tapi dia masih mau mengantarkan saya ke Paris van Java hanya untuk membeli Yoghurt, lalu ke Cihampelas untuk membeli sale pisang (yang ternyata sudah tutup), hmmm baik sekali dia, itu yang saya pikirkan. Sepanjang jalan, lagi-lagi saya yang kebanyakan berkicau, saya jadi merasa dia robot. Mungkin topiknya tidak menarik, atau topik saya tidak dipahami, atau entahlah. Kejadian lucunya, saat pulang, kami sempat salah paham soal tempat dimana kami bertemu dengan adik juga kedua teman saya. Ada dua tempat dengan nama yang sama, tapi saya yang salah kaprah. Pada akhirnya bertemu, dan mereka berkenalan, ya mereka pun ingin tahu bagaimana rupa lelaki itu, dan yang membuat saya malu, saya dibilang "bego" sama adik sendiri depan dia. Saya pun balik berkata, bilang terima kasih sama dia. Hahaha, kocak, gila, Bonibo, Bonibo.
Esoknya pagi hari saya menemani adik saya ke Odjolali, membeli sale pisang rasa blueberry kesukaan kami semua (baca: saya, adik saya, keluarga di rumah, dan teman-teman adik saya) sebelum mengantarkan dia pulang memakai travel. Malamnya saat kursus, saya yang masih merasa tidak enak sudah merepotkan dia begitu banyak, hanya bisa memberikan sale pisang rasa blueberry, yang kata dia belum pernah dia makan, saat (lagi-lagi) diantarkan pulang. Saat sampai kosan, antara perasaan senang atau sedih, merasakan minggu depan adalah minggu terakhir, dimana dengan rutinitas yang saya punya, saya bisa bertemu dia. Seperti yang saya katakan sebelumnya, hari pertama minggu terkahir itu seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya di atas, saya ditemani makan olehnya. Saat pulang yang paling mengejutkan saya adalah tetangga depan kosan saya ada yang meninggal. Udara sekitar tidak enak jadinya, menimbulkan perasaan yang tidak enak, apalagi saat itu saya sendiri di kosan (yang lain entah kemana). Saya pun dengan kesuksesan mencapai ketidakseimbangan berpikir tingkat tinggi (selamat berpusing ria dengan membaca bahasa saya, hahaha), mengirimkan dia sms, yang pastinya tidak dibalas, yang membuat saya kesal. Untungnya masih ada teman sekitar yang mau membuka pintunya untuk saya, hehehe. 
Besoknya saya pulang ke rumah, mencoba mengetahui apa yang terjadi, dan berusaha menenangkan Emak saya yang sendirian menghadapi ini, karena Bapak sedang dinas di Nabire, Papua. Saya pun mendapat pencerahan, dan bersiap menghadapi hari esok (wedeh, lagi-lagi bahasa saya, hahaha). Hari itu saat saya di rumah, dia pun mengirimkan sms menanyakan kabar saya, dan apakah saya benar pulang ke Jakarta. Saya balas keesokan harinya, karena hari itu cukup melelahkan. Esok harinya, saya langsung ke Bandung, magang di tempat yang berbeda, saya baru ingat belum mengirimkan sms balasan, lalu saya kirim sms. Saat kursus dia mungkin kaget (hahaha) tiba-tiba saya sudah muncul kembali. Tapi sempat tidak ada acara pulang bersama, karena dia memiliki janji dengan klien bisnisnya. Padahal kalau boleh jujur, saya tidak ingin melewatkan kesempatan yang hanya sebentar lagi sama dia. 
Hari terakhir, saat dimana saya merasa harus mengajak dia makan bersama lagi, saya yang merasa akan jauh setelah ini, saya yang juga ingin mencoba sesuatu yang baru di Braga, namun keburu tutup, dan akhirnya memilih makanan orang putus asa, nasi goreng. Mengapa saya sebut demikian? Karena dimana-mana ada penjual nasi goreng, pagi, siang, dan malam, sudah seperti makanan wajib orang Indonesia. Obama saja memilih nasi goreng sebagai menu yang diinginkan saat kedatangan dia kemarin. Lihat, nasi gorang bisa kita jadikan ciri khas loh, hahahaha. Kembali, kembali. Saya yang hari itu hanya bisa diam sepanjang perjalanan, menikmati kemungkinan terakhir dibonceng sama dia. Saya yang seharusnya memakai baju yang berwarna maroon sepadan sama baju biru-maroon yang dia pakai juga tapi saya malah memakai baju ungu-kuning. Saya yang hari itu mengetahui rencana dia yang batal untuk mengajak saya dan dua teman saya bersuka ria. Campur aduk, senang atau sedih, tanpa bisa mengucapkan apa-apa. Saat melihatmu, mengenalmu, dan menjalani lima minggu denganmu, mungkin itu saat terbaik yang pernah diberikan Tuhan kepadaku (berlebihan? terserah saja, hahaha). Kurasa telah berakhir, ternyata tidak, karena sesungguhnya baru akan dimulai.
# Aku ingin jadi kita, kita ingin jadi kami, kami ingin jadi semua, semua ingin jadi satu, satu dalam Tuhan #

Saat Bertemu Sosok yang Lain

Hari ini sebenarnya hari yang berat untuk saya. Masalah saya semakin berat, semakin menghimpit, sampai saya tidak tahan lagi untuk menahan derasnya air mata yang keluar. Keinginan buang air besar hilang seketika saat tahu perkembangan masalah saya itu. Untung ada Laxing! (maaf iklan, hahaha). Saya pun seperti akan berputus asa. Tapi timbul keinginan untuk menulis, melanjutkan kisah romantika saya, hehe. Berharap dapat lebih kuat setelah mengeluarkan tulisan, dapat mengobati hati yang sudah tidak berbentuk lagi (zzz, bahasa saya, haha). Selamat menikmati, selamat berbagi, karena selama saya masih diberikan kesempatan menulis, saya akan menulis. Semoga bermanfaat.
Selama saya menanti my "Lucky Irene", selama itu pula saya berusaha membuka kesempatan untuk mengenal sosok lelaki lain dalam hidup saya. Tujuannya untuk melupakan "Lucky Irene" itu juga, hehe. Memasuki tingkat tiga kuliah saya, saya pun tertarik dengan satu sosok yang lagi-lagi menjadi pusat perhatian khalayak ramai. Dia pemimpin angkatan saya. Di mata saya, dia tidak memiliki kepemimpinan yang kuat, tapi memiliki relasi yang kuat. Dia yang terlihat murah senyum, polos, dan ternyata memang polos, soal perempuan juga (yang saya tahu), membuat saya merasa dia sosok yang menyenangkan. Banyak yang menyukai dia, saya pun, dan senang juga sempat berkirim-kiriman pesan konyol sama dia untuk beberapa waktu, hahaha. Meskipun pada akhirnya dia memilih untuk bersama perempuan tercantik di angkatan saya, sedih juga tapi hanya sejenak sudah bisa tersenyum lagi melihat mereka yang serasi, hehe.
Tak berselang lama sejak itu ospek pun mulai berjalan, dan lagi-lagi di saat itu saya diberi kesempatan dekat lagi dengan seorang lelaki, senior saya. Kami satu divisi. Dia jadi perhatian saya karena cuma dia satu-satunya anggota yang awalnya jarang sekali datang, tiba-tiba datang. Saya pun tertarik dengan sosok ini. Meskipun kelihatannya sosok yang suka bermain-main, apalagi dengan perempuan (mungkin ini, sepenilaian saya, hehe), tapi dibalik itu ada satu keyakinan yang terpancar kalau dia itu sebenarnya bukan tipe setengah hati dalam menjalin hubungan ataupun melakukan sesuatu. Saya ingat waktu itu, waktu kami sedang tugas, saya dan dia yang ada di barisan paling belakang, mendadak kabur berdua untuk istirahat sebentar, karena yang lain memang akan mengikuti kuliah yang tidak kami ambil berdua. Mata kuliah filsafat ilmu. Dimana saya sudah dapat nilai baik dan dia cukup. Saya lupa-lupa ingat dengan yang dia katakan soal nilai itu, yang menurut dia, adalah ukuran tingkat kewarasan, hahaha. Jadi katanya (seingat saya), kalau ada mahasiswa yang dapat nilai A=gila, B=agak gila, C=cukup gila, D=agak waras, E=waras. Hahaha, selalu tertawa terbahak-bahak kalau ingat ini. Berarti saya memang cenderung gila dari awal masuk kuliah. Pantas belum lulus juga, hahaha. Kembali, kembali. Saat saya berduaan mendinginkan diri kami dari panasnya hari itu, kami mulai bercerita, meskipun tidak terlalu banyak. Dia bercerita kalau selama ini dia tidak pernah lama menjalin hubungan dengan perempuan. Paling lama dia bertahan dalam suatu hubungan itu satu bulan. Bingung saya mengapa tiba-tiba dia cerita hal seperti itu ke saya yang baru dikenalnya. Sejak itu kami jadi lumayan dekat. Pada saat ospek hampir diselesaikan, saya dikejutkan oleh dia yang katanya menyatakan perasaan spesialnya pada seorang perempuan cantik di angkatan dia. Pantas tadi dia berdua saja satu mobil, ternyata itu maksud dan tujuan dia. Ditolak, itu yang saya dengar. Saya pun mencoba mendekatinya, respon sms dan telepon cukup baik, dan tahu apa pendapat dia tentang saya dari awal, satu kata, GILA! Hahahahaha. Sempat bersedih juga karena tidak lama setelah itu dia mengaku tengah menjalin hubungan dengan seorang perempuan. Saya sempat berharap kalau hubungan dia tidak akan lama (jahat memang, itulah ungkapan sayang saya ke dia, saya susah munafik, hehe), tapi ternyata dia bisa bertahan hingga lebih dari setahun (terakhir lihat friendster dia sudah 2 tahun yang lalu, seingat saya). Saya hanya dapat tersenyum dan berkata dalam hati, "Great Job PUP!" XD
Selalu merasa bagaikan CUPID, saya kesal juga. Sempat bertanya mengapa bukan saya yang dipilih oleh mereka. Salahkah saya yang selalu mendatangi lebih dulu? Ya, itu teori yang saya tahu, dimana kaum adam lebih senang mendatangi perempuan yang menantikan dia, dibanding sebaliknya. Saya baru menyadari teori ini sewaktu saya bertemu seseorang, yang akan saya ceritakan nanti, hehe. Tapi Tuhan memang baik, dia memberi saya kesempatan untuk menjalin hubungan dengan seseorang. Dia lelaki biasa, mahasiswa Fisika, yang saya kira dapat menjadi seorang yang baik bagi hidup saya, namun ternyata tidak. Saya dengan dia kebetulan bertemu di angkutan umum (silahkan yang merasa geli, karena saya juga merasa lucu, hahaha) dan setelahnya kami berkenalan dan mengobrol banyak sekali di bus yang kami naiki selanjutnya. Hahaha. Setelah itu dia mulai mendekati saya, sms atau telepon, lalu mengajak saya jalan. Saat pertama kali jalan sama dia, saya merasa geli sendiri, karena teman dia berbuat iseng, yakni mengganti nomor PIN ATM yang dia bawa. Hahahaha. ATM yang mereka pakai bersama. Dia malu, saya terbahak-bahak (meskipun dalam hati, kasihan kalau depan orangnya, hahaha). Jadilah saya dengan dia, tapi tidak berselang lama. Di awal hubungan, dia sudah berbuat yang tidak saya sukai, yakni berusaha menyakinkan saya dengan cara yang salah. Dia bilang dia anak manja. Saya bilang, saya sebenarnya tidak suka anak manja, tapi saya masih dapat menghadapi kemanjaan tersebut. Dia bilang, saya bisa seminggu tidak memberi kabar, dan biasanya ini akan membuat pacar saya yang dahulu akan marah atau ngambek. Saya hanya bilang oh, karena untuk selanjutnya saya coba buktikan, dan hasilnya malah dia yang berprasangka buruk dan menuduh saya macam-macam. Saya cuma bisa geleng-geleng kepala melihat sikapnya yang tidak konsisten itu. Dia selalu mencoba buat saya cemburu dengan menceritakan kalau dia sedang didekati oleh seorang perempuan, sudah berciuman, lalu menunjukkan bekasnya. Awalnya saya cemburu namun kemudian saya hanya bisa tertawa dan muak, hahahaha. Saya bukan anak kecil bung, ingin saya katakan demikian. Saya bukan anak remaja yang labil. Saya punya pemikiran sendiri soal suatu hubungan, maka dari itu dari zaman sekolah dulu pun, saya tidak pernah ingin punya hubungan spesial dengan lelaki hanya untuk mendapat pengakuan oleh orang sekitar. Saya ingin memiliki hubungan yang sehat. Satu bulan sepuluh hari hubungan itu saya akhiri. Gomen kudasai.
Kemudian saya pun tidak ingin menjalin hubungan apapun setelah itu. Meskipun banyak yang datang, tapi saya berusaha menolaknya. Saya tidak berminat dengan perkenalan dunia maya atau yang hanya terlihat seperti ingin "menambah koleksi" saja. Saya kembali autis (hahahaha) setelah mengarungi samudera (hahaha, maaf menjelang tengah malam, otak mulai menggila) untuk belajar mengetahui sosok laki-laki yang berbeda-beda, saya pun sadar bahwa "Lucky Irene" tidak akan dapat saya lupakan, karena dia akan selalu jadi bagian dari hidup saya yang bernama : kenangan. Dan begitu juga untuk yang lainnya, yang saya ceritakan di atas, hehehe. Kalian memberi warna di hati saya, entah kalian tahu atau tidak, tapi terima kasih, hanya itu yang dapat terucap untuk kalian semua. Berharap saat bertemu lagi, kita semua telah menjadi orang yang lebih baik lahir dan batin, amin. God bless us d^^b

Kamis, 04 November 2010

Happy Wedding Roma dan Marlon, Saat Kurasa telah Kutemukan

Yuhuuu blogger, huwaaa sudah sebulan lebih ya saya tidak menulis di blogger ini. Padahal sudah terdaftar tiga bulan disini, hehe. Padahal rencana saya begitu banyak untuk menulis apa yang harus saya tulis, tapi apa daya begitu banyak kegiatan yang harus saya selesaikan terutama menjelang saat 17 Oktober 2010 kemarin, dimana kakak atau abang saya tercinta melangsungkan pernikahannya. Antara senang dan sedih juga, karena sikap saya ke abang harus sedikit berbeda karena sekarang dia sudah membangun rumah tangganya sendiri, meskipun banyak berkat dan doa kebahagiaan yang diberikan hari itu. Sebenarnya blogger, bulan Oktober kemarin merupakan bulan yang terberat bagi saya. Tuntutan dan hambatan begitu menerpa bertubi-tubi. Sekarang pun masih bisa kurasakan hal itu meskipun tidak sepenuh saat itu. Nantilah akan kuceritakan, karena salah satu yang membuat saya "jatuh" (hahaha, bahasanya) adalah romantika kehidupan (hahahaha, geli sendiri). Itulah hidup, jatuh bangun, seperti lagu Christina, hahaha.
Menjelang kelas tiga SMA, saatnya teror melanda. Biasa, guru-guru yang ingin anak didiknya lulus semua, jadi mendesak untuk lebih rajin lagi, lagi, dan lagi.  Bagi saya hmmm, tidak ada bedanya, belajar semampu dan sebisa saya saja, tidak usah dipaksakan, karena yang bisa saya berikan hanya usaha terbaik dari saya, hehe. Di saat akhir kelas dua, semester dua kemarin, saya memang sempat mendengar bahwa, ada dua orang anak laki-laki yang bertengkar hebat, yang kata guru saya karena seorang anak perempuan, hingga pada akhirnya mereka berdua dihukum harus berkeliling ke setiap kelas untuk meminta maaf. Saat itu saya tidak masuk sekolah karena sakit (alasan klise ini, hahaha, padahal benar). Saya pada dasarnya tidak terlalu tertarik berita seperti itu, tapi karena yang saya dengar pelakunya berasal dari kumpulan Rohani Kristen sekolah saya, hmmm, jadi berpikir juga, siapa ya mereka? Ternyata saya tahu salah satunya, Daniel, seorang yang memang dari awal muncul sudah terlihat seperti anak nakal, tidak heran, hehe. Kabar yang saya dengar semenjak perkelahian itu Daniel memutuskan untuk pindah sekolah (atau dikeluarkan dari sekolah, saya lupa). Sedangkan yang satu lagi masih jadi tanda tanya saya, hingga suatu hari lewat balkon kelas saya yang baru, di kelas tiga, teman saya memberitahukan bahwa anak itu, yang kemarin berkelahi. Saya pun mencoba mencermati lagi, melihat lagi, maklum mata rabun, hahahaha. Menurut penglihatan rabun saya, dia tidak terlihat seperti anak nakal atau semacamnya, malah terlihat seperti anak yang kesepian, hehehe, berasa kenal saja. Pancaran mata dia (haduh maaf bahasa saya berlebihan) itu menunjukkan sesuatu yang berbeda, yang tulus menurut saya (biasanya saya jarang memperhatikan orang jika pancarannya biasa saja, hehehe).
Entah mengapa ya, meskipun melihat dalam kondisi rabun, karena malas memakai kacamata, saya dapat menilai orang seperti ini. Sama seperti ketika kelas satu, ketika saya menilai teman sebangku saya, padahal saya baru kenal dia, tapi semua yang saya tuliskan tentang dia, kata ibunya, benar menunjukkan kepribadian teman saya itu, hehehe, jadi bangga. Kembali ke kisahku, kisahku, hehehe. Karena keterbatasan penglihatan saya tersebut dan kekuatan penasaran dengan pertanyaan, benarkah dia orangnya? Tanpa sadar setiap saya bersandar di balkon depan kelas, saya jadi melihat ke arah kelas dia, yang terletak di bawah dengan sudut 45 derajat, benar ini, haha. Saat Retret pun saya sepertinya tidak bisa melepaskan pandangan saya dari dia, dia malah seperti selalu ada dimana saya berada, di mobil yang kami naiki bersama, di malam teduh bersama, padahal begitu banyak yang ikut dari kelas satu hingga kelas tiga. Lalu, setiap saya lewat depan kelas dia pun mata saya otomatis mencari dia, di kantin saat berpapasan pun, dan sepertinya dia pun tahu hal itu. Dia pun jadi rajin nongkrong di bangku depan kelas dia, melirik ke atas, ketika berpapasan pun, seperti udara di sekitar kami berbeda. Cukup lama kami seperti itu, sampai saya pun pernah melihatnya langsung saat saya, yang selalu telat ke sekolah, melewati kelasnya karena hujan, dan ternyata dia sedang melamun di jendela. Hahaha, wajahnya itu, khas anak lelaki, hehehe. Saat Retret terakhir saya kelas tiga, dimana kelas dua yang jadi panitianya, kami pun mengalami suatu kejadian unik. Malam itu, kelompok saya diantar oleh dia sebagai penunjuk jalan kami, saya senang, hehe. Lalu malamnya saya memutuskan menemani teman saya yang ternyata kebagian tidur sendiri di bawah. Pagi-pagi sekali saya kembali kekamar saya, tanpa sengaja saya dan dia datang dari arah berlawanan dan akan berpapasan, bila reflek saya tidak baik sebenarnya akan bertabrakan, karena jalannya sempit, hanya untuk satu orang, sayangnya, hiks, tabrakan tidak terjadi. Saya sempat melirik dia kelihatan heran saya bisa menghindar seperti itu, padahal saya terlihat sangat mengantuk, memang mengantuk, hiks, coba tabrakan ya. 
Sampai ada di suatu kesempatan saya berpikir, benarkah dia melihat ke arah saya? Pernah suatu ketika, saya lewat bersama seorang teman saya, yang tahu cerita ini juga, mencoba mengecek apa benar selama ini dia melihat ke arah saya atau tidak. Maka kami berdua pun melewati kelas dia, di saat dia sedang duduk membelakangi jalan yang kami lalui. Berselang berapa lama setelah kami lewat, teman saya itu menengok ke belakang, dan ternyata dia sedang melihat ke arah saya, hahaha, senangnya. Dia pun sering juga pulang hingga sore hari, padahal kelas dua sudah pulang dari siang, jadi saya pun yang pulang sore karena mengikuti les tambahan senang sekali dapat melihat dia ada di situ, duduk seperti menunggu saya. Saya pun merasa ada hal lain disini, saya yang penasaran akhirnya iseng mencari nomor telepon selularnya di salah satu teman saya. Awalnya benar untuk iseng saja, seperti dahulu saya juga sering iseng kepada para lelaki, maafkan saya ya, hehe. Tapi respon dia baik, saya jadi senang saja, hehe. Dari sejak itu sms kami pun, hmmm terbilang cukup lancar, hehehe, sampai teman-temannya mengetahuinya dan mulai mengecengi dia saat ada saya di sekitar dia. Saya yang benar-benar masih cupu soal seperti itu, menanggapinya tanpa respon yang baik alias cool saja gitu, hehehe (menyesal juga). Tapi di balik itu semua saya selalu memperhatikan dia. Dia juga pernah melewati kelas saya, dan kata teman saya dia smepat melongok ke dalam, sayangnya saya sedang berdiskusi soal sama teman belakang tempat duduk saya, hahaha. Saat les pun, dia yang seperti menunggu saya, suka mengintip lewat jendela, melongok ke dalam kelas dimana saya les, hehehe.
Mengingat itu semua sekarang terasa lucu dan menyenangkan meskipun ada rasa sakit yang tertinggal. Saya yang memang kurang bisa berkomunikasi dengan baik, lagi-lagi harus mengalami kepahitan. Saya dengan dia memang pernah berbicara, walaupun hanya sebatas komentar situasi saat kegiatan keagamaan, selebihnya tidak ada, hingga saya harus meninggalkan sekolah karena telah lulus. Suatu kali saat kegiatan RoKris dimulai, saya melihat dia lemas sekali, sedih sekali, tidak bertenaga, sampai dipukul pun sama guru agama saya dengan maksud memberi semangat, malah dia tambah lesu. Dia selalu hadir di sekolah hingga saya lulus. Dan sampai saat itu juga dia dan saya tidak pernah bicara dari hati ke hati, tepatnya sampai saat ini. Saya yang mengira dengan berbeda tempat kami, saya dapat melupakan dia, ternyata saya salah. Saya semakin memikirkan dia, semakin menyadari kalau saya ternyata suka dengan dia, tapi saya selalu berusaha menganggap semuanya hanya kenangan. Sampai saat saya ikut UNPAD Goes to School tahun 2007, dimana kita mahasiswa baru berkunjung ke sekolah-sekolah daerah asal kita saat liburan. Saya pun mengikutinya. Kami diwajibkan mempresentasikan UNPAD kepada mereka, siswa dan siswi yang ada di situ. Saya sudah memilih kelas Ilmu Pengetahuan Alam, karena saya sudah kenal beberapa dan berasal dari kelas yang sama, hehehe. Tapi tiba-tiba ada kejadian yang membuat saya merasa terpojok. Secara mendadak saya yang saat itu sedang mencari partner saya dalam kelas IPA, didorong masuk ke kelas Ilmu Pengetahuan Sosial, kelas dia. Hal yang sebenarnya saat itu paling saya hindari. Saya pun jadi diam seribu bahasa, tidak tahu harus berbicara apa. Apalagi ternyata ada anak perempuan yang cantik yang jadi primadona anak lelaki di situ, menjawab pertanyaan dari teman saya. Yah, anak perempuan yang selanjutnya berpacaran dengan dia.
Huuufffhhh, ini hal ini yang paling membuat saya sakit, setelah acara dari kampus saya itu, saya berusaha mengutarakan rasa yang masih terismpan baik di hati. Tingkat keberanian saya pun hanya lewat telepon. Hanya sebatas itu. Dan saya tidak meminta jawaban apapun. Egois memang, mungkin itu juga yang membuat dia merasa tidak dihargai sebagai manusia seutuhnya. Maafkan saya. Saat mengetahui dia sudah berpacaran dengan anak perempuan itu, hati saya benar-benar hancur. Dua tahun yang saya lewati dengan mengingat dia ternyata hanya sebatas itu hasil yang diterima. Saya pun berusaha dan terus berusaha menghadapi perasaan saya sendiri, setelah saya memastikan bahwa memang dia telah resmi berpacaran, saya berusaha memulihkan hati ini, bertahan. Meskipun hingga dua tahun setelahnya, saya masih belum dapat melupakan dia. Karena setahun setelahnya, saya menemukan dia di facebook, dia telah berstatus single. Saya sempat merasa senang karena mungkin saat ini kesempatan baru datang. Tapi ternyata, meskipun mereka telah mengakhiri hubungan, mereka masih belum dapat melepas perasaan satu sama lain. Lebih sakit hati lagi saya melihat kemesraan dia di facebook, hahaha. Saya pun berusaha berpikir positif, ikhlas, menerima dia yang saat itu terlihat dapat lebih bahagia bersama yang lain. Saya pun berusaha memulihkan dia lewat sms setiap hari, saat itu sebulan sebelum paskah, saat kami umat Nasrani berpuasa dan berpantang, memberikan firman-firman yang sekiranya dapat menguatkan.
Saya pun sempat berhenti di satu titik, mencoba membuka hati kepada yang lain, namun ternyata hanya sebentar, karena yang teringat oleh saya hanya dia. Saya pun akhirnya sadar, bahwa saya memang tidak memberikan sebanyak yang diberikan anak perempuan itu kepada dia, waktu, kenangan, tempat, saya tidak punya itu untuk dia. Karena ternyata anak perempuan yang sempat berpacaran dengan dia itu adalah anak perempuan yang dahulu diributkan oleh dia dan Daniel (cinta lama bersemi kembali). Boleh dibilang, kesempatan yang Tuhan berikan sudah saya lewatkan, masa saya sudah lewat. Ini jadi kesimpulan saya saat itu, karena anehnya, meskipun kami tinggal tidak berjauhan, saya tidak pernah bertemu lagi dengan dia, sudah lima tahun berlalu sampai sekarang. Saya tahu alamat rumahnya, karena perbuatan istimewa terakhir saya ke dia adalah, memberikan coklat dan buku sebagai hadiah ulang tahunnya dan hadiah valentine awal tahun ini. Tapi saya tidak memiliki keberanian yang cukup untuk datang kepada dia, karena sikap saya yang kurang menyenangkan dahulu membuat saya malu untuk bertemu dia. Sebenarnya saya ingin sekali bertemu, saya ingin menghabiskan sehari saja dengan dia, saya ingin dia tahu rasa yang pernah saya simpan dengan baik untuk dia, saya ingin dia tahu saya menantikan dia, saya ingin berbicara dengan dia, tapi sepertinya tidak ada lagi kesempatan yang Tuhan berikan kepada saya. Ampuni saya Tuhan, saya tahu ini akibat dari keegoisan saya yang tidak menghargai perasaan orang lain kepada saya.
Pada usia saya yang ke-22, saya pun memutuskan untuk melepas rasa ini, benar-benar menjadikannya hanya sebagai kenangan, karena saya bukan orang yang tepat untuk membahagiakan dia. Dia terlihat lebih bahagia dengan yang lain. Saya pun hanya dapat berdoa agar dia bahagia, entah dengan anak perempuan itu, yang sekarang sepertinya telah memiliki pasangan, atau dengan Oya, perempuan yang terlihat dekat dengannya saat ini di facebook, sms, atau telepon, hehe. Sekarang, jika saya bertemu dengan dia, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih, karena telah memberikan rasa ini, mendapat sesuatu yang istimewa, sehingga saya dapat dengan semangat melewati semuanya dengan berkata, "Lucky Irene!" XD