Kamis, 04 November 2010

Happy Wedding Roma dan Marlon, Saat Kurasa telah Kutemukan

Yuhuuu blogger, huwaaa sudah sebulan lebih ya saya tidak menulis di blogger ini. Padahal sudah terdaftar tiga bulan disini, hehe. Padahal rencana saya begitu banyak untuk menulis apa yang harus saya tulis, tapi apa daya begitu banyak kegiatan yang harus saya selesaikan terutama menjelang saat 17 Oktober 2010 kemarin, dimana kakak atau abang saya tercinta melangsungkan pernikahannya. Antara senang dan sedih juga, karena sikap saya ke abang harus sedikit berbeda karena sekarang dia sudah membangun rumah tangganya sendiri, meskipun banyak berkat dan doa kebahagiaan yang diberikan hari itu. Sebenarnya blogger, bulan Oktober kemarin merupakan bulan yang terberat bagi saya. Tuntutan dan hambatan begitu menerpa bertubi-tubi. Sekarang pun masih bisa kurasakan hal itu meskipun tidak sepenuh saat itu. Nantilah akan kuceritakan, karena salah satu yang membuat saya "jatuh" (hahaha, bahasanya) adalah romantika kehidupan (hahahaha, geli sendiri). Itulah hidup, jatuh bangun, seperti lagu Christina, hahaha.
Menjelang kelas tiga SMA, saatnya teror melanda. Biasa, guru-guru yang ingin anak didiknya lulus semua, jadi mendesak untuk lebih rajin lagi, lagi, dan lagi.  Bagi saya hmmm, tidak ada bedanya, belajar semampu dan sebisa saya saja, tidak usah dipaksakan, karena yang bisa saya berikan hanya usaha terbaik dari saya, hehe. Di saat akhir kelas dua, semester dua kemarin, saya memang sempat mendengar bahwa, ada dua orang anak laki-laki yang bertengkar hebat, yang kata guru saya karena seorang anak perempuan, hingga pada akhirnya mereka berdua dihukum harus berkeliling ke setiap kelas untuk meminta maaf. Saat itu saya tidak masuk sekolah karena sakit (alasan klise ini, hahaha, padahal benar). Saya pada dasarnya tidak terlalu tertarik berita seperti itu, tapi karena yang saya dengar pelakunya berasal dari kumpulan Rohani Kristen sekolah saya, hmmm, jadi berpikir juga, siapa ya mereka? Ternyata saya tahu salah satunya, Daniel, seorang yang memang dari awal muncul sudah terlihat seperti anak nakal, tidak heran, hehe. Kabar yang saya dengar semenjak perkelahian itu Daniel memutuskan untuk pindah sekolah (atau dikeluarkan dari sekolah, saya lupa). Sedangkan yang satu lagi masih jadi tanda tanya saya, hingga suatu hari lewat balkon kelas saya yang baru, di kelas tiga, teman saya memberitahukan bahwa anak itu, yang kemarin berkelahi. Saya pun mencoba mencermati lagi, melihat lagi, maklum mata rabun, hahahaha. Menurut penglihatan rabun saya, dia tidak terlihat seperti anak nakal atau semacamnya, malah terlihat seperti anak yang kesepian, hehehe, berasa kenal saja. Pancaran mata dia (haduh maaf bahasa saya berlebihan) itu menunjukkan sesuatu yang berbeda, yang tulus menurut saya (biasanya saya jarang memperhatikan orang jika pancarannya biasa saja, hehehe).
Entah mengapa ya, meskipun melihat dalam kondisi rabun, karena malas memakai kacamata, saya dapat menilai orang seperti ini. Sama seperti ketika kelas satu, ketika saya menilai teman sebangku saya, padahal saya baru kenal dia, tapi semua yang saya tuliskan tentang dia, kata ibunya, benar menunjukkan kepribadian teman saya itu, hehehe, jadi bangga. Kembali ke kisahku, kisahku, hehehe. Karena keterbatasan penglihatan saya tersebut dan kekuatan penasaran dengan pertanyaan, benarkah dia orangnya? Tanpa sadar setiap saya bersandar di balkon depan kelas, saya jadi melihat ke arah kelas dia, yang terletak di bawah dengan sudut 45 derajat, benar ini, haha. Saat Retret pun saya sepertinya tidak bisa melepaskan pandangan saya dari dia, dia malah seperti selalu ada dimana saya berada, di mobil yang kami naiki bersama, di malam teduh bersama, padahal begitu banyak yang ikut dari kelas satu hingga kelas tiga. Lalu, setiap saya lewat depan kelas dia pun mata saya otomatis mencari dia, di kantin saat berpapasan pun, dan sepertinya dia pun tahu hal itu. Dia pun jadi rajin nongkrong di bangku depan kelas dia, melirik ke atas, ketika berpapasan pun, seperti udara di sekitar kami berbeda. Cukup lama kami seperti itu, sampai saya pun pernah melihatnya langsung saat saya, yang selalu telat ke sekolah, melewati kelasnya karena hujan, dan ternyata dia sedang melamun di jendela. Hahaha, wajahnya itu, khas anak lelaki, hehehe. Saat Retret terakhir saya kelas tiga, dimana kelas dua yang jadi panitianya, kami pun mengalami suatu kejadian unik. Malam itu, kelompok saya diantar oleh dia sebagai penunjuk jalan kami, saya senang, hehe. Lalu malamnya saya memutuskan menemani teman saya yang ternyata kebagian tidur sendiri di bawah. Pagi-pagi sekali saya kembali kekamar saya, tanpa sengaja saya dan dia datang dari arah berlawanan dan akan berpapasan, bila reflek saya tidak baik sebenarnya akan bertabrakan, karena jalannya sempit, hanya untuk satu orang, sayangnya, hiks, tabrakan tidak terjadi. Saya sempat melirik dia kelihatan heran saya bisa menghindar seperti itu, padahal saya terlihat sangat mengantuk, memang mengantuk, hiks, coba tabrakan ya. 
Sampai ada di suatu kesempatan saya berpikir, benarkah dia melihat ke arah saya? Pernah suatu ketika, saya lewat bersama seorang teman saya, yang tahu cerita ini juga, mencoba mengecek apa benar selama ini dia melihat ke arah saya atau tidak. Maka kami berdua pun melewati kelas dia, di saat dia sedang duduk membelakangi jalan yang kami lalui. Berselang berapa lama setelah kami lewat, teman saya itu menengok ke belakang, dan ternyata dia sedang melihat ke arah saya, hahaha, senangnya. Dia pun sering juga pulang hingga sore hari, padahal kelas dua sudah pulang dari siang, jadi saya pun yang pulang sore karena mengikuti les tambahan senang sekali dapat melihat dia ada di situ, duduk seperti menunggu saya. Saya pun merasa ada hal lain disini, saya yang penasaran akhirnya iseng mencari nomor telepon selularnya di salah satu teman saya. Awalnya benar untuk iseng saja, seperti dahulu saya juga sering iseng kepada para lelaki, maafkan saya ya, hehe. Tapi respon dia baik, saya jadi senang saja, hehe. Dari sejak itu sms kami pun, hmmm terbilang cukup lancar, hehehe, sampai teman-temannya mengetahuinya dan mulai mengecengi dia saat ada saya di sekitar dia. Saya yang benar-benar masih cupu soal seperti itu, menanggapinya tanpa respon yang baik alias cool saja gitu, hehehe (menyesal juga). Tapi di balik itu semua saya selalu memperhatikan dia. Dia juga pernah melewati kelas saya, dan kata teman saya dia smepat melongok ke dalam, sayangnya saya sedang berdiskusi soal sama teman belakang tempat duduk saya, hahaha. Saat les pun, dia yang seperti menunggu saya, suka mengintip lewat jendela, melongok ke dalam kelas dimana saya les, hehehe.
Mengingat itu semua sekarang terasa lucu dan menyenangkan meskipun ada rasa sakit yang tertinggal. Saya yang memang kurang bisa berkomunikasi dengan baik, lagi-lagi harus mengalami kepahitan. Saya dengan dia memang pernah berbicara, walaupun hanya sebatas komentar situasi saat kegiatan keagamaan, selebihnya tidak ada, hingga saya harus meninggalkan sekolah karena telah lulus. Suatu kali saat kegiatan RoKris dimulai, saya melihat dia lemas sekali, sedih sekali, tidak bertenaga, sampai dipukul pun sama guru agama saya dengan maksud memberi semangat, malah dia tambah lesu. Dia selalu hadir di sekolah hingga saya lulus. Dan sampai saat itu juga dia dan saya tidak pernah bicara dari hati ke hati, tepatnya sampai saat ini. Saya yang mengira dengan berbeda tempat kami, saya dapat melupakan dia, ternyata saya salah. Saya semakin memikirkan dia, semakin menyadari kalau saya ternyata suka dengan dia, tapi saya selalu berusaha menganggap semuanya hanya kenangan. Sampai saat saya ikut UNPAD Goes to School tahun 2007, dimana kita mahasiswa baru berkunjung ke sekolah-sekolah daerah asal kita saat liburan. Saya pun mengikutinya. Kami diwajibkan mempresentasikan UNPAD kepada mereka, siswa dan siswi yang ada di situ. Saya sudah memilih kelas Ilmu Pengetahuan Alam, karena saya sudah kenal beberapa dan berasal dari kelas yang sama, hehehe. Tapi tiba-tiba ada kejadian yang membuat saya merasa terpojok. Secara mendadak saya yang saat itu sedang mencari partner saya dalam kelas IPA, didorong masuk ke kelas Ilmu Pengetahuan Sosial, kelas dia. Hal yang sebenarnya saat itu paling saya hindari. Saya pun jadi diam seribu bahasa, tidak tahu harus berbicara apa. Apalagi ternyata ada anak perempuan yang cantik yang jadi primadona anak lelaki di situ, menjawab pertanyaan dari teman saya. Yah, anak perempuan yang selanjutnya berpacaran dengan dia.
Huuufffhhh, ini hal ini yang paling membuat saya sakit, setelah acara dari kampus saya itu, saya berusaha mengutarakan rasa yang masih terismpan baik di hati. Tingkat keberanian saya pun hanya lewat telepon. Hanya sebatas itu. Dan saya tidak meminta jawaban apapun. Egois memang, mungkin itu juga yang membuat dia merasa tidak dihargai sebagai manusia seutuhnya. Maafkan saya. Saat mengetahui dia sudah berpacaran dengan anak perempuan itu, hati saya benar-benar hancur. Dua tahun yang saya lewati dengan mengingat dia ternyata hanya sebatas itu hasil yang diterima. Saya pun berusaha dan terus berusaha menghadapi perasaan saya sendiri, setelah saya memastikan bahwa memang dia telah resmi berpacaran, saya berusaha memulihkan hati ini, bertahan. Meskipun hingga dua tahun setelahnya, saya masih belum dapat melupakan dia. Karena setahun setelahnya, saya menemukan dia di facebook, dia telah berstatus single. Saya sempat merasa senang karena mungkin saat ini kesempatan baru datang. Tapi ternyata, meskipun mereka telah mengakhiri hubungan, mereka masih belum dapat melepas perasaan satu sama lain. Lebih sakit hati lagi saya melihat kemesraan dia di facebook, hahaha. Saya pun berusaha berpikir positif, ikhlas, menerima dia yang saat itu terlihat dapat lebih bahagia bersama yang lain. Saya pun berusaha memulihkan dia lewat sms setiap hari, saat itu sebulan sebelum paskah, saat kami umat Nasrani berpuasa dan berpantang, memberikan firman-firman yang sekiranya dapat menguatkan.
Saya pun sempat berhenti di satu titik, mencoba membuka hati kepada yang lain, namun ternyata hanya sebentar, karena yang teringat oleh saya hanya dia. Saya pun akhirnya sadar, bahwa saya memang tidak memberikan sebanyak yang diberikan anak perempuan itu kepada dia, waktu, kenangan, tempat, saya tidak punya itu untuk dia. Karena ternyata anak perempuan yang sempat berpacaran dengan dia itu adalah anak perempuan yang dahulu diributkan oleh dia dan Daniel (cinta lama bersemi kembali). Boleh dibilang, kesempatan yang Tuhan berikan sudah saya lewatkan, masa saya sudah lewat. Ini jadi kesimpulan saya saat itu, karena anehnya, meskipun kami tinggal tidak berjauhan, saya tidak pernah bertemu lagi dengan dia, sudah lima tahun berlalu sampai sekarang. Saya tahu alamat rumahnya, karena perbuatan istimewa terakhir saya ke dia adalah, memberikan coklat dan buku sebagai hadiah ulang tahunnya dan hadiah valentine awal tahun ini. Tapi saya tidak memiliki keberanian yang cukup untuk datang kepada dia, karena sikap saya yang kurang menyenangkan dahulu membuat saya malu untuk bertemu dia. Sebenarnya saya ingin sekali bertemu, saya ingin menghabiskan sehari saja dengan dia, saya ingin dia tahu rasa yang pernah saya simpan dengan baik untuk dia, saya ingin dia tahu saya menantikan dia, saya ingin berbicara dengan dia, tapi sepertinya tidak ada lagi kesempatan yang Tuhan berikan kepada saya. Ampuni saya Tuhan, saya tahu ini akibat dari keegoisan saya yang tidak menghargai perasaan orang lain kepada saya.
Pada usia saya yang ke-22, saya pun memutuskan untuk melepas rasa ini, benar-benar menjadikannya hanya sebagai kenangan, karena saya bukan orang yang tepat untuk membahagiakan dia. Dia terlihat lebih bahagia dengan yang lain. Saya pun hanya dapat berdoa agar dia bahagia, entah dengan anak perempuan itu, yang sekarang sepertinya telah memiliki pasangan, atau dengan Oya, perempuan yang terlihat dekat dengannya saat ini di facebook, sms, atau telepon, hehe. Sekarang, jika saya bertemu dengan dia, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih, karena telah memberikan rasa ini, mendapat sesuatu yang istimewa, sehingga saya dapat dengan semangat melewati semuanya dengan berkata, "Lucky Irene!" XD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar