Kamis, 28 Juni 2012

Lucky Man Behind The Mask

Melewati tiga kali kesempatan untuk menulis disini sebenarnya kusengaja. Bukan karena malas, tapi karena aku memang belum lagi memiliki cerita untuk kubagikan. Ya, setelah Java Man, kisah romansaku belum beranjak kepada siapapun. Aku benar-benar berusaha untuk fokus pada hidupku. Jika memang Tuhan izinkan pasanganku datang, pasti dia akan datang pada waktu yang tepat. Klise! Hahaha, aku belum mau mencarinya saja Tuhan. Tapi ada yang ingin kutulis disini mengenai penglihatanku di Trans Jakarta tanggal 26 Juni 2012 lalu. Mengapa tidak kutulis hari itu? Kelelahan saudara-saudara! Hahaha. Macet, padat, merayap, itulah yang selalu terjadi di Jakarta pagi dan sore hari, yang pastinya harus dihadapi. Tak akan ada habis-habisnya jika harus membicarakan Jakarta. Mari kembali pada peristiwa yang kualami diantara keberuntunganku hari itu. Hari itu aku sedang pergi ke Klinik Backup (klinik khusus tulang) di Central Park, Grogol. Aku ditemani oleh Riris. Kami berangkat sekitar jam tiga sore dari rumahku. Kami menggunakan kendaraan umum untuk kesana dan Trans Jakarta termasuk salah satunya.
Saat itu jam setengah delapan malam, waktu dimana kami keluar dari Central Park. Kami sengaja keluar malam untuk menghindari macet dan kepadatan orang-orang yang sedang pulang bekerja. Tapi ternyata saudara-saudara, meskipun sudah berusaha tetap saja laju kepadatan para pekerja Jakarta tidak dapat dihindari dengan mudah. Trans Jakarta yang kami naiki penuh tapi untung tidak menyesakkan. Kami masih dapat berdiri dengan lapang. Dari awal masuk bis, ada yang menarik mataku untuk melihat sekelebat sosok yang masuk bersamaan dengan kami. Ya, seorang lelaki dibalik masker di wajahnya. Awalnya kupikir itu hanya karena faktor bentuk wajah yang indah dibalik masker. Tapi saat keberuntungan membawaku pada kursi kosong, aku kembali dapat memperhatikan dia pada posisi yang pas. Mungkin aku terlalu penasaran, hingga membuat dia risih. Dia terlihat salah tingkah dan kepanasan karena mengetahui pandangan mataku mengarah padanya. Bagaimana aku dapat melepaskan pandangan itu saat kulihat postur, aksesoris, dan bentuk wajahnya mirip dengan Lucky. Yeah, dia lagi dia lagi, hahaha. Boleh ya Tuhan (wink-wink).
Rambutnya tipis lurus dan beberapa bagian menutupi dahi. Bentuk wajah yang bulat namun memiliki garis rahang dengan hidung mancung. Tubuh yang terlihat atletis dengan otot-otot kencang terbentuk di lengan tangannya. Dan gelang berbahan karet warna hitam yang melekat di tangan kirinya, seperti Lucky yang selalu memakai gelang seperti itu. Seksama kuperhatikan lelaki itu. Aku penasaran hingga berencana ingin menanyakan langsung. Tapi apa daya, Riris yang berada dihadapanku tidak mau bergantian untuk menduduki kursiku. Jadi kuurungkan saja niatku itu. Aku kembali bertanya apa benar itu dia? Ada yang ganjil. Rambutnya sejak kapan berwarna hitam? Lalu, kemeja, celana bahan, dan sepatu resmi? Dan telepon selular yang dia gunakan untuk mendengarkan musik? Aku jadi ragu. Itu bukanlah Lucky. Dan aku semakin yakin saat melihat dengan jelas kedua matanya. Mereka terbuka lebar dan berwarna coklat tua. Dan itu bukanlah Lucky. Lucky yang kuingat, berambut coklat gelap sepertiku, mata yang sipit, dan lebih tinggi dari lelaki itu. Telepon genggam yang aku yakin digunakan Lucky saat ini adalah Blackberry. Lucky juga bukan tipe pecinta angkutan umum. Lalu siapa dia?
Sesaat sebelum mencapai halte tujuan akhir yakni Pinang Ranti, dia turun. Setelah sebelumnya dia melepaskan maskernya dan memperlihatkan bagian kiri wajahnya. Ya, itu bukan Lucky. Entah mengapa aku merasa lega itu bukan dia. Karena jika kutahu itu dia, entah apa aku mampu menyapanya setelah sekian lama. Tapi lelaki dengan masker itu sepertinya kukenal. Dia lebih mirip teman SMAku yang terkenal cukup tampan hingga membuat seorang kakak kelas yang kembar menyukainya. Jefferson namanya. Nama dan fisik seimbang indahnya hehehe. Setelah dia turun, aku terlarut dalam pikiranku sendiri. Apakah dengan Riris aku memang akan bertemu Lucky lagi? Ini kali kedua aku mendapati diriku berharap melihat sosok pemilik nama beruntung itu saat berjalan bersama Riris. Hahaha ada-ada saja kamu. Sampai di rumahku, kami pun menyantap makan malam meskipun sudah terlambat. Aku menjadi sedih mengetahui kebenaran bahwa aku masih merindukan "Lucky Irene" dalam hidupku. Apa benar ini kehendak Tuhan atau hanya egoku semata? Kalau benar ini kehendak Tuhan aku sangat bersyukur dan berterima kasih. Tapi jika tidak, aku pun sangat bersyukur dan berterima kasih karena Tuhan mengajariku menghadapi egoku sendiri.

Selasa, 19 Juni 2012

Seperti Dia

Belum dapat kupastikan apa yang akan kutulis saat judul ini kupampang disini. Masih banyak emosi labil yang menghantui kepalaku. Sampai tadi malam aku mulai mendapat pencerahan tentang apa yang akan kutulis. Blog ini dibuat untuk memuat kisah-kisah romansa yang kuanggap penting dalam perjalanan hidupku. Dan kisah itu tidak selalu datang setiap hari karena kisah ini belum berujung pada seorang lelaki yang Dia kehendaki bersanding di sampingku hingga akhir hayat kami sebagai manusia. Jadi sepertinya blog ini akan mulai terisi di waktu-waktu tertentu dimana kurasa ada hal yang ingin kusampaikan atau dari apa yang kualami. Untuk waktu yang begitu lama pada akhirnya aku mau mengungkapkan apa yang terjadi dalam hidupku. Lalu, apa yang hendak kamu tulis dengan judul itu wahai sang penulis Mayagarene? Narsis sedikit bolehlah, hahaha. Tulisan ini tercetus dari banyaknya pertanyaan yang sering orang tanyakan kepada para lajang yang belum memiliki pasangan. Pertanyaan tentang kriteria pasangan yang diidam-idamkan. Mau pasangan yang seperti apa? Mau yang bekerja apa? Mau yang sifatnya bagaimana? Biasanya orang-orang akan menjawab yang baik, ganteng, dokter atau mandiri, cantik, pengusaha.
Ya, begitu banyak kriteria yang akan keluar dari mulut kita saat pertanyaan-pertanyaan itu datang. Apalagi jika hal ini ditanyakan kepada para pelajar, hahaha, tidak terbayang akan sebanyak apa jawaban itu. Namun, ada satu hal yang kusadari. Semakin bertambahnya umur, semakin sedikit kriteria yang dibutuhkan seseorang untuk mendeskripsikan pasangan idamannya. Benarkah? Hahaha, itu hanya teoriku saja. Sebenarnya itu kembali lagi pada tingkat kedewasaan seseorang. Dan tingkat kedewasaan seseorang tidak dapat diukur dari usia. Setuju? Ooo yes! Itulah yang sedang kualami saat ini. Setelah bertemu dengan beberapa lelaki yang kuanggap spesial dalam hidupku, aku mulai mendapat pemahaman yang lebih baik mengenai interaksi istimewa dengan lawan jenis. Mungkin belum cukup banyak lelaki yang kukenal. Mungkin akan banyak Aga-Aga lain atau Mr. T-Mr. T lain yang akan datang ke dalam hidupku. Tapi satu hal yang pasti aku hanya ingin menerima seseorang yang benar-benar seperti Dia. Apa maksudnya? Siapa itu Dia? Dengan huruf kapital dalam penulisan Dia, kalian sudah pasti tahu siapa yang kumaksud. Siapa lagi kalau bukan Tuhan? Pencipta yang Maha Kuasa dan Maha Baik. Wow! Sempurna sekali kriteriamu. Manusia mana mungkin ada yang sama dengan Dia? Hahaha, justru itulah tujuan kata seperti sebelum kata Dia.
Seperti berarti hampir sama atau mirip. Maksud seperti itulah yang kiranya muncul dibenakku saat Neng Cit bercerita tentang kriteria pasangan idamannya. Kami berdua merindukan pasangan yang seperti Dia. Untukku pribadi, seperti Dia berarti seorang lelaki yang nyaman dengan cinta Tuhan di dalam hatinya. Maksudnya? Nyaman dengan cinta Tuhan maksudnya nyaman dengan dirinya sendiri. Artinya lelaki itu benar-benar menerima sepenuhnya kekurangan dan kelebihan dirinya sendiri. Mengapa harus lelaki yang seperti itu? Karena lelaki yang seperti itu pasti memiliki PBB hanya kepada Tuhan. PBB? Perserikatan Bangsa-Bangsa? Hahaha, bukan. PBB disini adalah Percaya, Berharap, Bersandar hanya kepada Tuhan. Lalu, apa pengaruhnya untukkmu sebagai pasangannya? Kurang lebih akan ada tiga hal yang kuyakin akan mengubah hidupku setelah aku bertemu dengan lelaki yang seperti Dia.  
Pertama, dengan kasihnya, lelaki ini akan membantuku menambah kadar imanku. Caranya dengan bersedia selalu mengingatkan aku akan cinta Tuhan yang tidak terbatas. Dimana aku diajarkan untuk selalu bersyukur, berdoa, dan berbagi kasih sesuai firmanNya, dalam keadaan susah atau senang. Jika tidak, aku akan merasakan kehilangan yang paling besar, jauh lebih besar dari pada aku kehilangan pasanganku itu. Kedua, dengan pemikirannya yang bijak, dia akan selalu bersedia menolong siapapun yang membutuhkannya. Tidak peduli apakah orang yang akan ditolongnya itu pernah menyakiti dia atau keluarganya atau orang-orang yang dikasihinya. Niat dia akan tetap teguh untuk menolong sebaik mungkin. Ketiga, dengan kejujuran dan kesetiaannya, dia akan bersedia mendengarkan, memaafkan, dan menerima segala kekurangan dan kesalahanku yang telah menyakitinya hingga akhirnya aku menjadi pribadi yang lebih baik tanpa kehilangan jati diriku.
Kriteria pasangan yang kuinginkan ada dalam sepuluh baris. Tapi yang kuinginkan belum tentu sama dengan yang Tuhan inginkan. Jadi, sepuluh baris itu akan atau tidak akan berarti apa-apa jika Tuhan tidak merestuinya. Karena dua orang yang berbeda menjadi satu bukan karena persamaan yang mereka miliki, namun karena cinta Tuhan yang terpancar dari hati mereka masing-masing. Semoga setiap pembaca tulisan ini benar-benar akan menemukan cinta sejatinya. Amin.

Senin, 18 Juni 2012

Lucky Dream

Sungguh-sungguh maaf yang hanya dapat keluar dari mulutku. Seharusnya tulisan ini dipampang tanggal 17 Juni 2012 tapi karena hari itu aku begitu sibuk beres-beres dan penyegaran di Bandung, jadi baru sampai dikosan sekitar jam setengah sebelas malam. Weeeh, begitulah jadi kemarin pun sepertinya aku tidak sanggup melakukan apapun, tidak ada gairah atau semangat untuk melaju kemanapun. Berlebihan? Mungkin. Hahaha. Kemarin pun aku seperti orang yang tidak nyambung dengan apa yang dikatakan orang lain. Aku ingin berjalan-jalan ke pasar sendirian tapi ragu karena tidak tahu cara berbelanja sedikit di pasar. Jadi kemarin aku meminta Mamaku datang mengajariku. Jujur, hidup sendiri dengan harus memenuhi segala kebutuhan sendiri itu membosankan. Sangat membosankan. Berinteraksi dengan orang lain pun aku tidak bersemangat karena wajah jerawatan. Ampuni aku Tuhan yang selalu mengeluh ini. Hilang semangat Tuhan, tidak ingin ke kampus pun, tidak ingin kemana-mana pun. Tapi aku masih ingin menulis, menulis, dan menulis.

Untuk tulisan ini aku ingin menceritakan tentang bunga tidurku dimana ada saudara Lucky di sana. Saudara? Darimana asalnya? Hahahahaha. Awalnya aku menganggap bahwa itu mimpi hanya sekedar mimpi saja. Namun setelah terjadi hingga tiga kali dan dapat kuingat secara garis besar (karena menurut buku yang aku baca mengenai mimpi, manusia akan mudah melupakan mimpinya setelah bangun), aku pun jadi bertanya-tanya. Mimpi-mimpi itu terasa nyata dan sulit aku jelaskan bagaimana rasanya dengan terperinci. Yang menjadi pertanyaanku, apakah ini mimpi datang dari Tuhan atau ini hanya mimpi dari keinginan terdalam alam bawah sadarku? Sebelum dianalisis sejauh itu ada baiknya kuceritakan dahulu soal bunga tidurku itu. 

Mimpi pertama. Pagi itu aku terbangun dengan tenang, tapi tetap kaget lalu tersenyum-senyum senang sendiri. Mimpi jadi Ratu Sejagat yang bertemu dengan Raja Idaman? Hahahaha, tidak. Malam itu aku bermimpi sesuatu yang menyenangkan. Suasananya seperti retret. Namun ada suatu tempat seperti aula dimana banyak terdapat kursi pesta berjejer di sana. Di sana ada Lucky dan sahabat-sahabatnya, Gery dan David. Tentunya ada aku di sana. Dari awal acara (entah acara apa) aku tidak dapat melepaskan pandanganku ke Lucky. Antara perasaan heran ada dia disini dan ingin tahu sebenarnya ada apa, hingga tanpa sadar dia pun memandangku juga sembari tersenyum. Senyuman menarik. Aku pun mengalihkan pandanganku. Tanpa sadar Lucky menghampiriku dan menanyakan kabarku dan aku (sepertinya) hanya tersenyum. Lalu tibalah saat pindah ke ruangan yang seperti aula itu. Di sana aku sedang duduk di bagian depan dengan Bapakku. Namun tidak lama setelah kami ngobrol, Bapakku pergi dan tiba-tiba datang kembali membawa Lucky. Didepanku, Bapakku menitipkan aku kepada Lucky dan meminta dia menjagaku. Kemudian setelah itu kami duduk berdua berdampingan di situ. Mungkin wajahku saat itu sangat kaget.

Mimpi kedua. Aku sedang berjalan-jalan bersama sahabat-sahabatku, Nana, Neng Cit, dan Riris. Kami berada di tempat seperti Taman (karena ada berbagai bunga berwarna cerah dan rumput-rumput yang tertata rapi dan tanaman pagar yang terawat) dan sedang bersenda gurau sambil menyusuri jalan setapak kala itu. Namun, aku tiba-tiba terdiam karena melihat tiga orang lelaki sedang berjalan dari arah berlawanan. Lucky, Gery, dan David. Dan Lucky pun terdiam saat melihatku. Dia dan aku pun hanya tersenyum malu-malu. Sahabat-sahabatku pun mulai menyadari kami akan berpapasan dengan siapa, dan dengan semangat mereka mulai mengusikku dengan beragam candaan, persiapan, dan percakapan. Tapi aku hanya menolaknya sambil tersenyum kecil. Dan sepertinya perlakuan itu juga datang dari kelompok di hadapan kami. Saat kami berpapasan, entah bagaimana caranya, tiba-tiba Lucky memegang tanganku dan menahanku hingga dia dan aku berbalik saling melihat satu sama lain. Dia tersenyum lebar (memperlihatkan gigi) dan aku yang kikuk pun jadinya tersenyum malu. Sedangkan sahabat-sahabat kami hanya melihat sambil tertawa dari kejauhan. Dan setelah beberapa menit dia melepaskan tanganku dan kami kembali melanjutkan perjalanan kami. Habislah kami menjadi bahan candaan sahabat-sahabat kami. Saat bangun, tanganku menengadah ke atas dan kehangatan genggaman tangannya masih dapat kurasakan

Mimpi ketiga. Aku sedang berkumpul dengan keluargaku. Di sana ada Bapak, Ibu, adikku, dan aku. Tiba-tiba kulihat Lucky datang, duduk bersama dengan kami. Dia pun berbincang-bincang dengan lancar dengan keluargaku saat itu. Aku yang ada di situ pun hanya terheran-heran dan merasa sangat kaget dengan kehadiran dia di situ. Aku pun hanya jadi pengamat dan pendengar yang bijak di situ. Aku sembari berpikir apa yang terjadi dan mengapa dia di sini. Namun, itu tidak berlangsung lama sampai aku pun memutuskan untuk tidak berpikir macam-macam dan cukup hanya merasa senang dengan apa yang kulihat dan kurasakan. Tidak lama setelah berbincang-bincang dengan keluargaku, dia pun meminta izin ingin berbincang-bincang denganku. Keluagaku pun mengizinkan. Dan dia berpindah duduk di sebelahku. Kami pun mulai mengobrol panjang, seru, dan seperti dua orang sahabat lama yang lama tidak bertemu, kami tidak merasa canggung untuk berbagi cerita mengenai apapun. Tidak lama setelah itu aku pun bangun. Terkaget dan sangat bersyukur menerima mimpi yang indah. Tidak kusangka hingga sejauh itu mimpi yang kualami.

Setelah beberapa waktu kupendam bunga-bunga tidurku untuk diriku sendiri, aku pun akhirnya menceritakan mimpi-mimpiku itu kepada Neng Cit. Hari itu aku mau ke bengkel mengecek ban belakang yang kurasa kempes dan goyang. Kuajak Neng Cit hari itu. Dengan undangan makan pempek Calvin. Di ruang tunggu bengkel, aku pun menceritakan mengenai segala mimpiku itu. Menceritakannya dengan penuh semangat dan keheranan karena memang itu yang kurasakan. Dan kemudian mengkombinasikan dengan buku mengenai mimpi yang baru kubaca. Kudiskusikan dengannya. Dia pun akhirnya menyimpulkan bahwa mimpi-mimpiku ada karena jauh di alam bawah sadarku, aku tetap ingin Lucky menjadi bagian dari hidupku. Itu terlihat dari tokoh-tokoh yang terlibat dalam mimpiku. Ada orang tuaku, adikku, sahabat-sahabatku. Ya, harus kuakui, semenjak aku memutuskan untuk tidak lagi meletakkan rasa istimewaku hanya untuk dia, aku selalu menyangkal keberadaan dia dalam pikiranku. Keinginanku pun untuk merindukannya selalu aku sangkal. Aku tidak yakin itu didatangkan oleh Roh Kudus. Aku berpikir itu datang dari Roh lain yang ingin mengecohku. Tapi setelah aku mendengar komentar Neng Cit, aku pun jadi yakin dengan kalimat yang pernah kubaca di buku, bahwa semakin kita menyangkal sesuatu yang kita inginkan, semakin kuat keinginan itu tumbuh di pikiran kita, sadar atau tidak sadar. That's all just my "Lucky Dream" XD

Jumat, 15 Juni 2012

Lucky Me

Hari itu tanggal 17 Maret 2012. Aku dan Riris, salah satu sahabatku, memutuskan untuk jalan-jalan. Cuma berdua? Hei, jangan berpikir macam-macam, kami normal. Ini karena hanya kami berdua yang sedang memiliki waktu luang untuk berjalan-jalan. Sedangkan Nana dan Neng Cit sedang tidak dapat diganggu gugat hehehe. Aku yang memang berencana belanja untuk acara masak memasak. Ya, sembari pengobatan terapi jerawatku berjalan (tinggal di rumah agar gizi lebih terjamin), aku melakukan kegiatan itu. Sekaligus juga menjadi pengurus rumah tangga alias pemerhati segala kebutuhan apapun dalam rumah. Hari itu, Riris menemaniku karena dia memang sedang libur. Perjalanan pertama kami adalah Plaza Pondok Gede. Aku berbelanja di Naga Pasar Swalayan, tempat yang sejauh ini menurutku adalah yang termurah hehehe. Pada akhirnya memang hanya dua kantong belanja, tapi dengan ukuran besar dan berat! Hal ini kemudian menyulitkanku untuk menyetir motor yang kami bawa saat itu. Mengundang banyak kekesalan karena aku kurang lihai jika berboncengan, kami tetap berjalan pelan-pelan menuju Jatiwaringin dengan tujuan mencari kabel printer. Aku ingin memperbaiki printer di rumah.
Menyusuri sepanjang jalan Jatiwaringin, aku dan Riris pun akhirnya sampai mentok di perempatan tol Jatiwaringin. Ya saatnya putar balik. Padatnya dan lebarnya jalan Jatiwaringin saat itu, menyulitkanku yang membawa motor dengan belanjaan berat dan Riris yang berat juga, ups! Hahaha. Pelan-pelan kulaju motor itu sembari melihat kesempatan berbelok. Namun, sulit sekali. Sampai akhirnya tiba-tiba kedua mataku terpaku mengikuti sesosok wajah yang keluar dari jendela mobil sedan hitam saat itu. Antara percaya atau tidak dengan penglihatanku, aku seperti melihat Lucky. Seseorang yang pernah kuceritakan di tulisan yang lalu. Berusaha kukejar saat itu, tapi tidak terkejar dengan beratnya beban yang kubawa. Akhirnya aku memutuskan pulang. Tanganku gemetar, bukan karena melihat Lucky, tapi karena kecapaian memegang kemudi. Hal ini tidak kuceritakan pada Riris karena dia memang tidak kuberitahu soal kisah asmaraku sama sekali hehehe. Mengapa? Karena ceritaku sering dianggap tidak serius olehnya. Jadi sampai dia pulang pun tidak ada yang kuceritakan.
Bagaimana perasaanku? Hahahaha, aku senang sekali. Entahlah padahal itu kan belum tentu dia kan? Hahaha. Aku begitu bersemangat seharian itu, aku seperti mendapat titik terang kembali. Tapi untuk sekejap kemudian aku mulai tersadar bahwa dia bukanlah segala-galanya. Tidak boleh mencintai manusia lebih dari mencintai Sang Pencipta, tidak boleh. Namun, rasa senang itu tetap masih ada. Bahkan sampai saat aku menulis sekarang ini hahaha. Setelah lima tahun berlalu, pada akhirnya aku seperti melihat dia, "Lucky Irene". Kesenangan itu pun ingin kubagikan. Pertama kepada teman sekelas SMAku, Oshin, yang tahu apa yang kurasakan. Hmmm, dia sepertinya tidak ikut senang. Secara tersirat, dia cenderung menganggap aku tidak mampu melupakan masa lalu beserta pelaku-pelakunya. Memang, pada saat reuni Rokris kemarin dia sudah mengatakan bahwa Lucky datang dan tambah ganteng, tapi aku menanggapinya dengan dingin. Hahaha, tidak konsisten ya? Hahaha. Dari dulu memang dia ganteng jadi mendengar ada yang bilang dia semakin ganteng aku merasa biasa saja karena kupikir aku sudah tidak punya rasa apapun ke dia.
Tapi semua itu salah, salah besar. Setelah melihatnya kembali, aku jadi sadar, bahwa memang cuma dia, satu-satunya lelaki yang masih kukagumi sampai sekarang ini. Aku pun menceritakan kejadian ini kepada Neng Cit, sampai membuat temu janji segala hahaha. Ya, bukan hanya ngobrol soal itu tapi meminta saran juga soal model gaun yang ingin kujahitkan. Karena bulan depan aku akan menjadi penerima tamu di pernikahan sepupuku. Dia kaget, dia pun senang mendengar ceritaku melihat Lucky. Aku pun sangat bersyukur saat itu. Doaku terjawab. Dan Tuhan memang sangat baik. Senang sekali aku dengan kuasaNya itu. Itulah yang kemudian kusampaikan kepada Neng Cit. Namun setelah itu aku kembali bertanya-tanya apakah memang benar itu dia? Akhirnya dengan nekat dicampur penasaran, aku pun mulai berani melewati rumahnya dengan motor. Konyol memang. Apalagi dilakukan berkali-kali olehku. Tapi itu semua kuhentikan saat aku berulang tahun ke-24 bulan Mei kemarin. Sudah tua ya? Malu kuakui tapi itulah kenyataan. Dan setelah pengecekanku berulang kali aku tetap tidak menemukan sedan hitam yang kulihat dipakainya. Sudahlah, tidak penting itu semua. Jika memang jodoh, cinta Tuhan pasti akan menyatukan kami. Beruntungnya aku melihat dia.

Rabu, 13 Juni 2012

Java Man

I will tell about a heroic man? Hahaha absolutely no! Di sini aku akan bercerita mengenai Yohanes, salah satu peserta audisi program Trans TV tahun lalu. Ya, dia sempat mendekatiku dan kami sempat jalan bersama meskipun hanya sekali. Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, sebagai LO, aku memegang dokumen lima orang peserta dan berusaha membantu mereka memenuhi kebutuhan yang sewajarnya. Dan yohanes termasuk salah satunya. Tapi, sejujurnya, Yohanes itu bukan nama aslinya pembaca, itu nama baptis atau permandian dalam Nasrani. Itu pun kuketahui tanpa sengaja ketika aku mengirimkan SMS untuknya dan kemudian dibalas oleh Ibunya! Hahahaha. Kembali pada masa awal mula aku tertarik padanya. Saat aku melihat dokumennya satu hal yang membuatku menarik adalah dia seorang yang beragama Katholik. So seldom for me, yang bukan anggota aktif gereja atau mengikuti semacam komunitas religi sesuai dengan kepercayaannku. Dari situ aku mulai membaca portfolio miliknya dengan sebaik mungkin.
Portfolio itu begitu lengkap, karena selain mencantumkan riwayat hidup dan pertanyaan-pertanyaan standar audisi tapi juga mencantumkan pertanyaan-pertanyaan yang sangat bersifat pribadi. Jadi, kurang lebih aku sudah mengenal melalui jawaban-jawaban yang dia cantumkan dari pertanyaan-pertanyaan itu. Di situ dia menuliskan bahwa dia adalah (kurang lebih) seorang pendendam, pendiam, dan pekerja keras. Yeah, Yohanes punya dua sisi dari pengenalannya terhadap dirinya sendiri. Pendendam, karena dia merasa keluarganya telah dilecehkan oleh keluarga besarnya. Namun, itu semua sangat berlawanan ketika kulihat hobinya membaca komik. Dan mengenai kedekatannya dengan Ibunya, hmmm, melihat dia adalah anak tunggal. Jadi, awal mula aku beranggapan bahwa dia adalah seorang pria yang sudah dewasa dari umurnya tapi bukan dari sikapnya. Tapi, saat itu mungkin saja aku salah, pikirku.
Sampai pada babak kedua menuju babak ketiga audisi, dia gagal. Mungkin salah satunya karena aku juga. Secara jujur aku menilai dia dari apa yang kubaca dan kualami saat bersama berhadapan atau mengobrol dengan dia. Lalu, sesaat sebelum dia pulang aku pun akhirnya sempat meminta maaf padanya. Dan pembaca, kalian harus tahu apa yang kulihat. Ekspresi menahan air mata yang begitu dalam. Saat itu aku benar-benar merasa bersalah, tapi tanpa daya, karena memang bukan aku yang menentukan. Namun, di satu sisi aku jadi tambah yakin bahwa di balik sikapnya yang katanya mudah untuk membenci atau dendam karena disakiti, dia sebenarnya adalah pribadi yang rapuh, sesungguhnya baik, dan kesepian. Aku merasa seperti melihat salah satu cerminan diriku sendiri. Kata maaf untuknya, mungkin bernilai sama seperti diriku, yakni, SANGAT MAHAL. Ya, itulah saat perpisahan kami di momen audisi.
Mungkin, dia dan aku sama-sama saling merasa tertarik oleh suatu hal, hingga secara bergantian, salah satu dari kami tetap berusaha menjaga hubungan. Sampai akhirnya, dia mengatakan akan ke Bandung. Aku pun merasa cukup senang dan bertambah lagi saat dia menanyakan apakah aku mau menemani dia menikmati kota Bandung? WOW, after a long time had been "dating" just with Mr. T, finally someone else asked me out. Dengan memakai tuntunan Mr. T, aku pun dengan datar menyetujuinya. Begitulah seharusnya menurut Mr. T. Akhirnya kami berdua janjian. Sesuai saran Mr. T, aku pun di minta untuk tidak datang tepat pada waktunya. Dan itu lumayan bekerja, sembari melihat bagaimana reaksinya. Ternyata dia cukup sabar. Akhirnya kami memulai perjalanan dari tempat yang ingin dia tuju saja. Aku pun menawarkan beberapa tempat yang biasanya menjadi tempat tujuan wisata. Dia memilih untuk berjalan-jalan di Taman Kota. Ya, ada beberapa Taman Kota yang berada di tempat-tempat yang mudah dijangkau.
Perjalanan pun di mulai. Entah dia berniat untuk membalas dendam, entah dia berniat untuk menguji kesabaranku jika ditempa kondisi yang sulit. Yang jelas, dia banyak sekali menolak tempat makan atau tempat jalan-jalan yang memang cukup mengeluarkan biaya (yang menurut mahasiswa Bandung masih wajar) dan malah mengajak aku makan di pinggiran Lapangan Gasibu. Setelah itu kami berjalan kaki diteriknya matahari siang itu, menuju taman di sebelah Gedung Sate, berfoto-foto. Aku memang kelihatan sangat kelelahan. Apalagi mengingat demi berjalan bersamanya aku melakukan perawatan wajah terlebih dahulu sehari sebelumnya. Seharusnya aku belum boleh terekspos matahari untuk tiga hari ke depan. Tapi sudahlah sudah terjadi. Lalu dia menanyakan apakah ada tempat lain yang bagus sebagai tempat foto. Aku pun langsung merekomendasikan Braga. Memang karena dari dahulu Braga dikenal sebagai tempat pengambilan foto yang bagus dan karena nilai seninya seagai kota tuanya Bandung. Ya, kami pun berfoto-foto di sana, menyusuri sepanjang jalan sambil aku bercerita bahwa Braga sering juga dijadikan tempat pameran budaya.
Kami pun beranjak dari Braga ke tempat lain karena dia masih ingin melihat tempat sejuk seperti taman sebelumnya. Lalu aku pun mengajaknya ke Taman Kota yang terbesar di seberang Kantor Cabang Bank Indonesia Bandung. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Braga dan dapat kami tempuh dengan berjalan kaki. Kami pun melewati gereja, dan sempat aku ajak dia untuk masuk tapi dia tidak mau. Aku mengerti dia begitu marah sama Tuhan atas apa yang keluarganya alami. Ya, lanjutlah kami ke taman. Di sana kami berdua kembali berfoto-foto lalu setelah itu kami berteduh di bawah pohon besar duduk saling membelakangi sambil aku bertanya tentang hidupnya. Juga alasannya membenci keluarga besarnya. Dia pun sepertinya percaya kepadaku. Dia begitu terus teran menceritakan semuanya kepadaku. Tapi aku sendiri malah takut untuk menceritakan apa yang kualami, karena kupikir aku tidak sedramatis dia. Sampai situ, karena hari menjelang Maghrib, dan aku terlanjur berkata bahwa aku tidak dapat tidur kalau tidak mandi sore, dia pun mengajakku pulang.
Ada momen dimana aku sangat kecewa karena aku seperti ditinggalkan begitu saja, saat angkutan umum yang harus dia naiki datang dan dia hanya begitu saja pergi meninggalkanku sendirian di pinggri jalan menunggu angkutan umum yang harus kunaiki lewat. Awalnya aku tidak sadar aku kecewa. Yang kurasa hanya sedih dengan cara perpisahan kami itu. Tapi, setelah aku membaca buku, aku pun tersadar. Ya, aku semakin yakin bahwa dia memang belum dapat berlaku dewasa dalam memperlakukan wanita selain Ibunya. Karena ada momen juga di saat aku dan dia hendak menyeberang jalan. Inisiatif dan keberanian dia untuk menyeberangkan aku itu sangat kurang dan lamban. Mengapa aku dapat bilang begitu? Karena Bapakku, yang hingga seumur sekarang ini saja, jika kami hendak menyeberang bersama-sama, beliau langsung dengan sigap memegang tanganku dan berjalan selangkah lebih maju dariku. Itu sangat sangat berbeda. Yah, dan aku pun mulai merasa tidak nyaman jika harus lebih dari sekedar berteman dengannya.
Aku berjalan dengannya itu di tanggal 01 Maret 2011. Beberapa saat sebelum aku kecelakaan motor. Dan saat aku sakit, aku urung memberitahu dia karena, mengingat dia benar-benar hanya memperlakukanku sebagai pemandu jalan bahkan bukan sebagai temannya. Namun, yang membuat aku begitu senang. Saat dia kembali menghubungi dan akhirnya mengetahui aku sakit, dia menjadi sangat perhatian. Tapi aku benar-benar dalam pemikiran yang sangat negatif saat itu hingga aku tidak ingin membuka pntu kesenangan atau harapan kosong lagi. Hasilnya, beberapa kali dia mencoba meneleponku tapi aku tidak mau mengangkatnya atau tanpa sengaja pun aku tidak menjawab teleponnya. Ya, seperti, aku tertidur, ke kamar mandi, atau telepon selularku ketinggalan di rumah. Tuhan mungkin mengerti kondisiku saat itu hingga Dia tidak mengizinkan aku mengobrol dulu dengan Yohanes. Mungkin karena itu juga dia sudah bosan menghubungiku via telepon hahaha. Beberapa kali aku menebusnya dengan mencoba mengirim pesan via facebook atau SMS bertanya tentang kabarnya atau kuliner di Semarang, tempat dia tinggal sekarang, setelah sebelumnya tinggal di Surabaya.
Saling menjaga komunkasi meskipun tidak sering cukup membuat kami memiliki hubungan baik sebagai teman. Hingga akhirnya dia memakai BB, dan meminta PIN BBku. Aku terkaget juga dia akhirnya memakai BB, karena sebelumnya dia memilih memakai android karena fiturnya lebih dia sukai. Ya, aku pun hanya dapat merasa senang. Tapi dasar aku yang memang tika terlau maniak BBM, aku pun dengannya jarang mengobrol. Sampai akhirnya BBku rusak dan semua kontakku hilang. Aku pun akhirnya hanya menggunakan SMS. Yang membuat aku terkejut lagi adalah, dia tidak mengenal nomor yang kugunakan. Padahal baru beberapa waktu yang lalu aku mengirimkan SMS kata-kata bijak yang memang ingin kubagikan kepada orang-orang yang aku inginkan saja menerimanya. Tiga hari atau bahkan dua hari sekali aku dapat mengirimkannya dan baru saat aku SMSM menanyakan sesuatu lagi dia tidak mengenali aku. Masih, beritikad baik, aku pun mengirimkan pesan di dinding buku mukanya untuk meminta PIN dia agar dapat kuundang kembali menjadi salah satu kontakku. Tapi sejauh ini tidak ada tanggapan. Itu berarti hubungan ini sudah tidak baik lagi. Terima kasih Tuhan. Lebih banyak cinta lagi untukMu.

Senin, 11 Juni 2012

Antara Ada dan Tiada

Aku pindah (pindah ke lain hati?). Hahahaha, yang benar saja. Seperti cerita sebelumnya, aku pindah ke kosan yang baru. Mr. T begitu sibuk dengan MT (Management Training) di Jakarta hingga enam bulan ke depan terhitung mulai Mei 2011. Jadi itulah alasannya aku dapat meminjam kamarnya beberapa kali. Aku banyak melihat isi kamarnya. Foto Natnat, Ms. A, dan dirinya sendiri ada di situ. Aku pun banyak menghabiskan waktu dengan Giegie dan Roliv. Mendengar cerita tentang Mr. T selama aku tidak ada dikosan. Aneh memang rasanya, setelah sekian lama tidak bertemu, tiba-tiba bertemu lagi dan tinggal di satu atap. Kamar mandi bersama, dapur bersama, dan lain sebagainya. Di tambah dengan mulai munculnya rasa yang spesial, tidak biasa dalam diriku, membuatku harus menghindar dari  Mr. T. Alamiah ya itu? Karena saat seseorang berusaha menyangkal sesuatu, dia pasti akan menghindarinya. Aku memang sangat berusaha menyangkal karena aku harus menyadari penuh bahwa Mr. T sudah kembali dengan Ms. A. Aku tidak boleh memiliki harapan lebih dari pertemanan kami. Dan jika harus ada orang yang tahu mengenai perasaanku ini hanyalah Tuhan, Neng Cit, dan aku sendiri. Mengapa tidak Mamaku? Well, kisah romansa beliau sepertinya gagal sesudah kuterapkan.
Dengan sibuknya Mr. T, aku pun harus ke kampus sendirian. Aku pun melangkah ke kampus hari itu. Tujuanku untuk membantu salah seorang teman, yang menganggap aku "sahabatnya", sebut saja Loren, menghadapi sidang Usulan Penelitian (UP). Saat dimana tiga bab pertama dari skripsi anda diujikan. Aku dimintai tolong olehnya untuk menjadi notulen. Akupun menyanggupinya. Setelah selesai dengan segala urusan itu, akupun sempat duduk di luar ruangan sidang dan tanpa disengaja bertemu dengan Natnat. Wah, karena jarang sekali mengobrol, kami pun terlihat senang dengan pertemuan itu. Dia menanyakan kabarku dan gosip apa yang sedang beredar di kampus. Hahaha, aku pun hanya menjawab baik dan tidak tahu karena sudah lama sekali tidak ke kampus. Lalu aku pun iseng menanyakan soal pacar barunya. Karena dia masih merahasiakannya dari siapapun. Aku pun tahu dari Giegie yang diberitahu Mr. T. Pesan berantai? Kurang lebih hehehe. Natnat tidak berniat memberitahukannya saat ini. Aku menghormatinya. Dan aku pun berkomentar betapa cepatnya dia berpindah ke lain hati hehehe. Dia sendiri pun heran. Lalu perbincangan kami mulai menyebar dengan dia yang menanyakan kabar Mr. T kepadaku. Aku pun hanya memberitahu yang kutahu.
Kemudian, aku yang masih penasaran mengapa akhirnya Natnat melepas Mr. T mulai menanyakan hal itu padanya. Natnat sempat heran dan menanyakan apakah Mr. T tidak menceritakannya? Kalau diceritakan untuk apa aku bertanya, pikirku. Lalu dia pun mulai bercerita. Ternyata saat mereka mencoba membangun kembali hubungan baik, status Mr. T dengan Ms. A belumlah tuntas. Ternyata, Mr. T sudah membohongi aku dan Giegie dan Roliv. Ternyata, saat Mr. T menceritakan padaku hubungannya dengan Ms. A sudah berkahir itu tidak benar-benar berakhir. Karena Ms. A sudah mencoba bunuh diri karena ditinggal Mr. T. WOW! BIG WOW! Dan ternyata Natnat dijanjikan oleh Mr. T suatu hubungan baik dan serius setelah Mr. T benar-benar memutuskan Ms. A. Tapi nyatanya tidak semudah omongannya. Mr. T ternyata masih menjalin hubungan, malah lebih erat dengan Ms. A. Ironisnya, Natnat bercerita bahwa dia mengetahui hubungan diam-diam itu saat berada di gereja dengan Mr. T. Ms. A mengirimkan SMS mesra dengan kata sayang kepada Mr. T. A BIG WOW! again. Sungguh besar kuasaMu Tuhan. Setelah kejadian itu Natnat sangat terpuruk. Dia pun dibanding-baningkan dengan Ms. A oleh Mr. T. Mr. T mengaku merasa lebih dapat ketertarikan jika berhubungan dengan Ms. A. Dia pun lebih senang dengan penampilan Ms. A (yang sangat seksi). Parahnya lagi, Mr. T pun menjadikan Natnat dan Ms. A itu pilihan yang pollingnya dia dapat dari teman-temannya. Dari teman-temannya, Ms. A yang menang dengan foto punggung terbuka.
Dari segala keterpurukannya itu, untungnya Natnat memiliki sahabat yang mengerti dirinya. Akhirnya dia pun sadar dan menemukan cinta yang lain. Kupikir, beruntung sekali Natnat, tidak seperti diriku hehehe. Singkat cerita, meskipun akhirnya Natnat telah bangkit, nyatanya Mr. T masih belum mau melepaskan Natnat. Dasar serakah! Dia masih sering SMS Natnat menanyakan kabar. Ms. A yang posesif tidak mau kalah. Masih sempat Ms. A menghubungi Natnat bertanya tentang hubungannya dengan Mr. T. Seperti meneror secara tidak langsung, datanglah Ms. A merepet ingin tahu soal Mr. T dari Natnat. Konyol dan sangat menyedihkan Ms.A. Itu pikiranku saja. Tapi memang nyatanya seperti itu. Aku pun berterima kasih dengan Natnat atas berbagi cerita saat itu. Dan aku pamit pulang. Sepanjang perjalanan hingga sampai kosan pikiranku dipenuhi berbagai macam hal. Setelah kuurut segala kebersamaanku dengan Mr. T ternyata memang dia brengsek dan sangat serakah. Maaf Tuhan, aku berdosa. Karena banyak cerita yang ternyata memang berhubungan dengan tujuan dia untuk membuat dirinya selamat dan untung. Inilah beberapa paparan lebih jelasnya.
Saat itu masih bulan Februari 2011, aku yang masih sering menghabiskan waktu bersama-sama dengan Mr. T menghadiri pameran di Landmark, Braga. Karena setelah sekian lama kami baru jalan bersama lagi dan seperti biasa kami, menghabiskan waktu di Braga Permai dan Sumber Hidangan. Ya, Braga memang tempatku menikmati Bandung. Bersama Mr. T atau Giegie atau Abang, Kakak, dan Adikku. Banyak ya? Hehehe memang. Karena pernah aku dan Mr. T makan malam bersama dengan Abang, Kakak, dan Adikku yang sedang atang ke Bandung. tampak kaku dan kikuk karena seperti pertemuan keluarga saja hahahaha. Tapi lewati momen itu, sekarang kembali ke momen hanya kami berdua (cailaaah). Seperti biasa kami masih menaiki angkutan umum untuk pulang. Dan aku yakin Mr. T pun sudah biasa dengan angkutan yang demikian dan pastinya tahu turun dimana. Tapi tiba-tiba dia bersikukuh bahwa nanti dengan angkutan ini ke persimpangan Dago. Aku yang tadinya berdebat jadinya menurut saja karena sudah malam juga (apa hubugannya?). Di angkutan kami pun bercengkrama hingga akhirnya aku sadar kami sudah sampai di daerah Setia Budi tepat di Soerabi Enhaii (surabi tersohor di Bandung). Aku pun langsung memintanya turun di situ sekarang juga. Tak ada salahnya juga makan soerabi lagi hehehehe.
Terlalu terbuai dengan kesenangan, aku tidak menyangka akan bertemu teman-teman Ms. A di sana. Aku yang tanpa curiga sedikitpun dikenalkan oleh Mr. T. Tentunya setelah Mr. T menyapa mereka. Tak lama setelah itu teman-teman Ms. A pulang dan aku hanya menikmati surabiku dan Mr. T menyebutkan saus surabi yang sangat disukainya yang hanya ada di sini. Setelah bertemu dengan Natnat, persepsiku untuk saat itupun sudah berubah. Menurutku, Mr. T sengaja melakukan itu untuk memberi pesan kepada Ms. A bahwa Mr. T sudah dapat pengganti baru. Aku dimanfaatkan. Lalu setelah kejadian itu di hari ulang tahun Mr. T, aku kembali teringat. Aku, yang sudah setengah mati membelikan kado dan pizza kesukaan kami untuk dimakan bersama-sama, ternyata hanya menemui kamar kosong. Kecewa, karena setelah kutanya Mr. T pergi kemana dia mengatakan pergi dengan teman. Kupikir dengan teman kosan, karena dia menyebutnya hanya begitu. Ternyata setelah berbagi cerita ini dengan Giegie, aku baru tahu, dia pergi dengan Ms. A saat itu. Kekesalanku memuncak. Apalagi setelah tahu semuanya itu. Dan satu hal lagi, ternyata, Mr. T sedari dulu SMA atau SMP, aku lupa, memang mengejar dan selalu mengejar Ms. A.  Tapi dulu ditolak karena Mr. T jerawatan (seperti keadaanku sekarang). Dan setelah kuliah dicoba lagi dan akhirnya diterima.
Kata Mr. T sendiri, dia cinta Ms. A. Maaf Tuhan, tapi apakah memang cinta itu berhak untuk menyakiti dan memadukannya dengan tebar pesona? Karena itulah yang kulihat sekarang dari Mr. T. Giegie bercerita, setelah berkali-kali ditanyakan apakah memang benar dia mencintai Ms. A. Dan jawabannya yang selalu iya sama sekali tidak berbanding lurus dengan pembuktiannya. Karena Mr. T belum mau menghapus nomor-nomor perempuan lain selain Ms. A dari telepon selularnya. Dan dia masih bersikap baik dengan beberapa perempuan yang kutahu salah satunya adalah peserta Big Brother Indonesia, yang kulupa namanya, hehehe. Sampai Kakak Cantik itu mau membantunya pindahan kosan. Ya, akhirnya Giegie dan Mr. T ikut pindah dari kosan itu. Janggal, karena, aku benar-benar malas berbiacar apapun dengan Mr. T, bahkan saat membantunya pindahan, hingga saat ini. Aku memilih untuk tidak membuka diri lagi padanya. Aku sangat kecewa. Meskipun beberapa waktu lalu dia berada dalam kontak BBMku, aku tidak pernah duluan menyapanya. Anehnya sesaat sebelum dia mengundang diriku sebagai teman kontaknya, aku tahu dari teman Transmania, bahwa Mr. T memajang foto berduaan dengan seorang perempuan (Ms. A). Temanku mengira aku, tapi aku hanya dapat tertawa. Dan setelah berada di kontakku, dia tidak pernah sekalipun memajang lagi fotonya dengan Ms. A. Apa maksudnya?
Sayangnya, hingga sekarang segala kerumitan kebohongan yang Mr. T lakukan ini belum pernah kubicarakan lagi. Aku tidak berminat dan tidak ingin membicarakannya. Tapi aku butuh mengetahui ekspresinya. Oh, God, entah aku ini kuat atau tidak, entah perasaanku seperti apa saat ini kepadanya, yang pasti, aku yakin Engkau mempersiapkan waktunya dan segala sesuatunya dengan sangat baik dan tepat. Aku harus bersabar. Maafkan aku Gie, aku tidak mau ke tempatmu lagi karena aku tidak ingin bertemu muka dengan Mr. T. Sedari tadi, aku masih benar-benar kesal menulis cerita ini. Tuhan, ampuni aku yang belum dapat mengampuni sesamaku yang menyakitiku. Aku mohon pertolonganmu untuk dapat bangkit dari ini semua. Aku sangat berharap hanya kepadaMu Tuhan. Karena memang benar, manusia tidak akan pernah sesempurna Engkau. Manusia dapat menyenangkan dan dapat mengecewakan. Dan janganlah sekali-kali kamu berharap pada manusia, karena bukan mereka yang menentukan hasil akhir dan sejauh mana hidupmu bergulir.

Jumat, 08 Juni 2012

Lapis Demi Lapis Kebenaran

Sebelum melanjutkan ceritaku, aku ingin mengaku. Sebenarnya aku masih merasa tidak yakin mau membagikannya. Namun ini sudah sangat terlambat untuk dipotong. Sebenarnya menguak kisah lalu yang belum selesai hingga kini membawa rasa yang aneh untuk diriku sendiri.Entah untuk orang lain atau Mr. T yang kubicarakan di sini. Jujur, sampai cerita ini kutuangkan di sini. Aku belum pernah bertemu lagi dengan Mr. T sejak November 2011. Ternyata sudah hampir enam bulan ya? Hahaha, tidak terasa. Aku benar-benartidak memiliki kontak yang berarti meskipun itu hanya dari BBM atau sekedar SMS, kami tidak pernah melakukannya lagi. Ada apa? Aku pribadi, sudah tidak dapat percaya lagi sama Mr. T. Ada banyak lapisan yang dia tutupi selalu dan selalu ditutupi dengan pesona wajah dan matanya. Lapisan-lapisan itu bertumpuk lebih banyak dari yang kukira. Yang pada akhirnya membuatku seperti orang bodoh berharap bubur dapat menjadi nasi. Kurang lebih inilah lapisan-lapisan yang dibuatnya kepadaku.
Setelah insiden kaos yang kuberikan. Aku yang kecewa, marah, dan kesal, masih mencoba tenang untuk menanyakannya. Dan hasilnya, dengan gugup, terbata-bata, kata-kata "Masa Sih?", jalan ke sana kemari, dia menyatakan tidak tahu mengapa kaos itu ada di kamarku. Omong kosong, pikirku. Yah, dan setelah itu aku memang tidak memiliki niat lagi untuk berada tetap ada dikosan itu. Tapi, sesampainya di rumah, rasa sayang itu muncul kembali. Aku mulai berpikir bahwa setiap manusia pasti berbuat kesalahan dan begitupun aku. Jadi, aku punya alasan apa untuk tidak mengampuninya seperti saat aku memaafkan diriku sendiri? Setelah berpikir seperti itu, dan kurang lebih telah menyadari tiga hal penting yang harus kusampaikan sebagai permohonan maaf kepadanya, beberapa waktu kemudian aku kembali kekosan dengan niat mengobrol dengannya. Namun, apa daya, lagi-lagi dia pergi keluar dengan motor yang dahulunya kupakai. Alasannya, dia pergi nonton bola. Aku yang memang datang malam hari (sengaja, karena waktu yang tepat untuk mengobrol menurutku, di saat malam) telah memepersiapkan diri dengan sungguh untuk berbicara. 
Hampir tengah malam saat itu, aku memberanikan mulai bicara dengannya, yakni mengenai tiga hal penting. Tapi, sebelum aku memulai pembicaraan serius, Mr. T sudah banyak berbicara mengenai komunikasi kami yang tidak lancar lagi. Menurutnya, itu disebabkan oleh banyaknya momen yang kami lewatkan bersama-sama. Dia sudah berubah, pikirku saat itu. Dia bukan lagi pribadi yang tertutup seperti dulu. Dia sekarang banyak bericara, bahkan banyak yang tidak kumengerti. Dia pun berterima kasih kepadaku karena telah mengenalkannya pada Giegie. Karena gaya hidup dia berubah setelah bertemu mereka. Ya aku pun merasa senang akan hal itu. Lalu aku pun meminta giliranku. Aku tidak terlalu ingat apa saja yang kusampaikan saat itu. Kurang lebih mengenai Blackberry payah yang dia beli dariku. Lalu soal Tante D, adik Ibuku, yang mengurus kosan ini. Dan terakhir soal komunikasi yang tidak berjalan lancar. Aku pun menanyakan soal kembalinya Mr. T dengan Ms. A dan kenapa dia memilih Ms. A (aku tahu dari Giegie, dia kembali dengan Ms. A, saat dia terpuruk saat itu). Dengan duduk bersama di kasurnya, dia pun menyatakan sekali lagi, itu karena memang aku dan dia banyak kehilangan momen semenjak aku di rawat di rumah. Sesudah itu, Mr. T pun mulai berkata sesuatu tentang aku yang diakuinya sebagai "Teman Dekat" dan suatu saat dia pun akan bercerita mengenai hidupnya kepadaku. Karena menurutnya, hanya ada Natnat, Amjad, Giegie, dan Roliv yang benar-benar mengetahui bagaimana dia dan hidupnya. Mr. T juga meminta maaf saat itu. Kami pun mulai mengobrol enak hingga tertawa-tawa.
Sedang asyik-asyiknya mengobrol, tiba-tiba pintu utama kosan digedor dengan kencang berulang kali. Aku dan Mr. T sangat kaget. Lalu Mr. T membuka pintu dan TARAAA ada Ms. A di sana. Dia marah-marah karena Mr. T lupa menjemputnya. Rentetan petasan di telingaku. Mengganggu sekali. Dan pada akhirnya Mr. T pergi dengannya, mengantarnya pulang. Kukira dia akan kembali, namun ternyata tidak. Aku yang mungkin saat itu sedikit gila, senang memeluk jaket Mr. T yang tergantung di luar. Jauuuh di dalam lubuk hatiku rindu itu sudah tidak dapat kutahan lagi. Hahahaha. Tapi aku kecewa mengetahui keesokan paginya, dia baru datang, bersamaan dengan Giegie dan Roliv. Katanya mereka papasan. Kami pun jadi membahas tentang tadi malam. Antara tertawa geli dan apalah, Giegie dan Roliv sepertinya merasa itu bukanlah hal yang asing lagi. Terserahlah hahahaha. Tapi untuk Mr. T itu seperti suatu hal biasa yang seharusnya bukan menjadi bahan tertawaan. Ya sudahlah, hehehehe. Aku pun sempat mengobrol melanjutkan perbincangan mengenai momen-momen kami yang hilang. Ternyata dia seperti berniat mengajakku untuk ikut serta dalam kegiatannya di gereja yang baru dia datangi akhir-akhir ini. Aku pun menolak karena aku merasa tidak ada yang membuat aku merasa kurang atau terbebani dengan apa yang kupeluk hingga saat ini. Yak, selamat menjadi single fighter!
Setelah kejadian itu banyak sekali yang harus kupersiapkan kembali untuk menata hidupku. Hubunganku dengan Mr. T menjadi lumayan baik. Aku beberapa kali menghubunginya untuk meminjam DVD dan kamarnya. Ya, karena aku pun pada akhirnya berkonflik dengan Tanteku sendiri saat beliau mengambil spring bed yang berasal dari kamarku. Aku memutuskan pindah. Inilah momen dimana Giegie dan Mr. T mulai galau terhadap keputusanku. Mereka seperti berat sekali melepasku. Aku pun sempat terpengaruh dan merasa keputusanku ini salah. Aku pun hampir putus asa saat mencari kosan di Jatinangor. Ya, Jatinangor tempatku kembali. Setelah tiga hari berturut-turut aku baru menemukannya. Aku saat itu sudah merasa kuat menghadapi kesendirianku. Meskipun sempat ku menangis merasa bersalah meninggalkan mereka berdua. Tapi Mamaku berkata, "Jangan tumbang karena orang lain!" Aku pun merasa inilah jalan Tuhan yang harus kulalui. Dan aku pun meminta maaf kepada Giegie, kepada Mr. T, berharap mereka mengerti dan menerima keputusanku ini. Terbukalah lagi jarak antara aku dengan Mr. T. Ini kusengaja, tujuanku, agar aku lebih konsentrasi dan konsisten dalam menyelesaikan skripsiku. Tapi selesaikah?

Rabu, 06 Juni 2012

Topeng itu Nyata

Ada apa dengan 07 Maret 2011? Aku menang undian? Hahaha, bukan. Aku mengalami kecelakaan motor hingga membuat aku harus tetap di rumah bahkan lebih tepatnya di tempat tidur selama hampir enam bulan.  Saat aku kecelakaan aku dengan kekuatan terakhir berusaha kembali kekosan sendiri. Sesampainya di kosan, aku langsung menelepon Mr. T (karena kupikir dialah orang yang terdekat yang dapat dengan segera menolongku). Dia sedang bersenang-senang dengan teman-temannya, mungkin teman kosan, di karaoke, tapi dia berjanji akan segera datang menemaniku ke RS. Namun setelah hampir setengah jam dia tidak kunjung datang. Aku menelepon kembali dan ternyata dia sedang makan bersama. APA? Kusadari saat itu sakitku bertambah. Tapi Tuhan memang sungguh baik, dia tidak membiarkanku begitu saja, karena berkat Bang Didi dan Kak Dorma, aku akhirnya diantar ke RS. Bang Didi adalah penghuni kosan terlama sampai sekarang. Dan Kak Dorma adalah orang terdekatnya (tidak tahu status jelasnya). Mereka dengan sukarela menawarkan jasa untuk mengantarku. Aku pun baru menangis saat berada di UGD saat aku menelepon Ibuku. Sedihku seakan-akan pecah saat itu. Hingga malam pun tiba, aku di antar kembali oleh mereka. Mr. T tidak datang sama sekali, tidak seperti ucapannya.

Keesokan paginya, barulah Mr. T menghubungi. Dia menanyakan sarapan apa yag kuinginkan, dan karena aku lapar, aku pun menyatakan apa yang kinginkan. Akhirnya dia datang dan kami sarapan bersama. Dan tidak lama setelah itu Mamaku datang. Dan Mama yang selalu khawatir berlebihan menjadi sangat reaktif dengan kondisiku. Akupun berusaha menenangkannya. Mamaku bertemu Mr. T dan berkenalan. Lalu tidak lama setelah itu Mr. T pun pamit. Tapi sore harinya dia kembali, bermaksud meminjam motor sekaligus menawarkan untuk mengambil hasil ronsen kakiku. Aku yang tidak dapat jalan pun hanya dapat menyetujuinya. Sudah hampir dua minggu Ibuku bolak balik Jakarta-Bandung untuk melihat keadaanku. Sudah dua kali pula cairan di lututku disedot. Sudah berkali-kali juga Ibuku membawa makanan enak untukku. Sudah berulang kali juga Mr. T memakan masakan Ibuku dan menyukainya. Ada komentar yang tidak mungkin kulupakan dari Mr. T yang menyatakan paha dan betisku besar juga setelah melihat perban di kakiku. Lalu pernah juga Ibuku meninggalkan kami berdua sendirian di kamar. Aku memang hanya bersandar di tempat tidur dan Mr. T sibuk dengan menjelajahi dunia maya dengan netbukku. Tidak ada percakapan berarti saat itu. Meskipun, mungkin ya, Ibuku berpikir ada sesuatu yang spesial di antara kami.

Singkat cerita, akhirnya aku harus tinggal di rumah demi diriku sendiri dan demi Ibuku yang merawatku. Aku mulai merasakan kesendirian dalam masa itu. Mr. T masih menghubungiku beberapa kali dan Giegie masih meneleponku. Tapi mereka menelepon, SMS, selain untuk menanyakan keadaanku juga untuk melaporkan situasi di kosan. Karena setelah Giegie benar-benar menyewa kamar sendiri di kosanku itu, dia mendapat banyak masalah dari dua penghuni kosan lain. Dan aku yang saat itu masih sangat percaya dengan dia hampir 100% mempercayainya. Namun, karena hal itu berlangsung lumayan lama, aku pun jadi meragukan, karena selama aku di sana tidak ada masalah yang berarti. Apalagi setelah Mr. T memutuskan untuk pindah kosan juga ke tempat kosanaku dan Giegie. Ya, jangan terlalu kaget dengan itu semua karena Giegie yang memintanya. Aku saat itu mulai menyadari perasaanku kepada Mr. T. Namun, meskipun masih ada rasa sakit aku rindu ingin bertemu (bahasanya zadul ya pembaca, hahaha). Hingga akhirnya aku menawarkan Blackberry teman adikku untuk dibelinya. Kondisi Blackberry itu tidaklah bagus malah sebenarnya sudah sangat payah. Tapi, sudah lama Mr. T mencari Blackberry 3G dengan harga murah, jadi kutawarkan saja.

Tidak lama setelah penawaran dariku, akhirnya Mr. T datang ke rumah tempat aku dirawat. Bukan rumah tempat biasa aku tinggal? Ya, karena rumah yang biasa aku tinggali memiliki tangga, dan itu menyulitkan penyembuhanku. Kedatangannya yang pertama sama sekali tidak lancar karena aku tertidur dan kamar kukunci (sebenarnya rumah itu dalam tahap renovasi) dan dia hanya dapat melihatku tertidur selama satu jam lebih hingga aku pada akhirnya bangun dan melihat dia menatapku lewat jendela. Betapa malunya aku menerima dia di saat aku baru bangun. Totally messed up! Tapi, peduli amat, toh meskipun aku menyukainya, dia bukan siapa-siapa bagiku. Negosiasi alot pun kami lalui, sembari dia menanyakan keadaanku dan perjalananku dalam berobat. Dan aku yang berada pada posisi antara gugup atau aneh dengan keberadaan dia (karena sudah cukup lama tidak bertemu). Sepanjang hari itu aku tidak bertanya banyak, haya menjawab pertanyaannya hingga saatnya Mr. T pulang. Aku yang cukup merasa aneh dengan percakapan tadi, akhirnya menanyakan soal Natnat kepadanya, dan dia bilang semua baik-baik saja sambil menghela napas pajang. Something's wrong here.

Mengapa aku menanyakan soal Natnat? Karena setelah kedekatanku dengan Yohanes, sebut saja begitu, peserta audisi program Trans TV itu, dia pun mulai pamer (anggapanku) hubungannya dengan Natnat. Pada suatu percakapan memang dia telah memutuskan untuk kembali dengan Natnat. Dan perasaanku saat itu? Awalnya aku hanya menganggap itu kehilangan seorang teman dekat saja. Karena dari  pengalamanku, jika seorang laki-laki telah menemukan pasangannya dia tidak akan mau dekat-dekat lagi dengan perempuan lain meskipun statusnya teman. Mereka berdua sempat datang di saat aku masih dirawat di kosan. Sambil makan pempek mereka mulai menanyakan kabarku, dan berbagi pempek itu di depanku. Antara sakit dan senang yang kurasakan saat itu. Tapi aku mulai sadar aku mulai merasakan sesuatu yang spesial yang sebentar lagi akan hilang. Mengenaskan, hal ini telah berulang kali terjadi padaku. Seperti ada yang mengatakan bahwa kamu baru menyadari betapa berartinya sesuatu, di saat kamu kehilangan sesuatu itu. Konyol, bodoh, dan sedih itulah yang akhirnya kurasakan di saat melihat mereka berdua.

Kembali ke penawaran Blackberry. Mr. T akhirnya menyerah pada negosiasi itu dan kembali datang membeli Blackberry itu. Tapi sikapnya masih aneh menurutku, seperti banyak sekali yang disembunyikan. Tapi aku hanya dia tidak banyak bicara. Karena sebenarnya dia baru saja akan datang ke pernikahan teman seangkatanku Grace. Satu hal yang membuatku kembali kecewa dan tersakiti, aku tidak di ajak olehnya menghadiri pesta itu. Padahal aku masih dapat berjalan meskipun tidak sempurna. Mungkin dia malu. Karena jika di kampus pun dia seperti tidak mau berbicara denganku. Sudah kucoba berbicara dengannya tapi dia tidak mau mengobrol sambil menatap wajahku. Thank God, tidak lama setelah itu, aku kehilangan alat komunikasiku, yang pasti berdampak pada hubunganku dengan teman-teman, termasuk Mr. T dan Giegie. Why thank? Because God is good. God know everything that I need. Berusaha menerima dan mendukung keputusan Mr. T yang kembali pada Natnat membuatku urung menghubungi atau menanyakan kabarnya. Pernah dia begitu penasaran hingga menanyakan mengapa aku tidak pernah menghubungi dia lagi. Aku hanya berkata, tidak apa-apa hanya takut mengganggu.

Sampai pada akhirnya aku sembuh dan mulai dapat berjalan jauh, aku ditemani Ibuku dan adikku beberapa kali ke kosan. Dari sinilah mulai terlihat kebenaran itu. Motor yang aku gunakan ternyata sering dipakai oleh Mr. T sampai dibawa menginap. Awalnya memang aku mengatakan bahwa kalau ingin memakainya pakai saja. Harfiahnya, orang yang telah dewasa pasti mengerti sejauh mana dia harus menggunakan motor tanpa Surat Tanda Kendaraan Bermotor alias STNK. Pernah suatu kali aku dan Ibuku datang kekosan. Aku melihat motor tidak ada, dan saat itu Giegie sedang keluar kota. Langsung pikiranku tertuju pada Mr. T. Dihubungi, di telepon tidak di angkat. Padahal sudah aku coba juga lewat telepon selular Ibuku. Saat besoknya ditanya motor dipakai atau tidak, dia malah tidak mengakui memakainya dari siang, waktu dimana aku dan Ibuku sampai di kosan. Huuufh. Aku, terlebih Ibuku, kecewa. Aku akui, aku menikmati liburan ke Pulau Untung Jawa lalu ke Danau Toba setelah aku dapat berjalan kembali. Dan setelah aku beberapa kali ke Bandung, mungkin karena kejadian motor itu, entah mengapa aku lebih memilih menginap di tempat temanku dibanding ke kosan dimana Mr. T berada. Sampai ada suatu momen sebelum aku berziarah ke Danau Toba, aku ke Bandung, dan Mr. T mengetahuinya. Dia menanyakan apakah aku tidak datang ke kosan, aku jawab tidak.Ternyata setelahnya aku baru tahu dari Giegie, jika saat itu adalah saat terpuruknya.

Maafkan aku tidak tahu jika dia memang hanya sendiri saat itu. Giegie sedang di Lampung dan aku tidak ingin ke sana. Seandainya aku di sana saat itu mungkin keadaan akan berbeda. Sampai aku pulang dari Medan, aku pun kembali ke kosan. Aku membawa oleh-oleh baju untuknya dan Giegie. Karena kondisiku yang masih memerlukan kontrol setiap minggunya, aku pun harus bolak-balik Jakarta-Bandung. Mungkin di saat aku memberikan oleh-oleh ituadalah saat yang tidak tepat. Aku benar-benar cemburu dengan kedekatan Mr. T dan Giegie. Dan aku yakin itu terlihat jelas di wajahku. Akhirnya oleh-oleh itu hanya kuletakkan begitu saja setelah kami menonton film bersama di kamar Mr. T. Aku kepalang kesal hingga tidak mau di ajak keluar sama sekali. Sampai esoknya aku memilih pulang ke Jakarta. Namun, saat kembali bersama adikku dan Ibuku, ada suatu hal yang membuatku terkejut. Oleh-oleh dariku untuk Mr. T ada di tempat tidurku terbalik dan seperti dilemparkan begitu saja. Oh God! Sungguh mengecewakan sungguh sakit hati ini. Dan adik juga Ibuku mengetahuinya. Betapa menjengkelkan Mr. T sebenarnya.

Senin, 04 Juni 2012

Saat Ku Menata

Tepat pukul 23:59. Huufh nyaris saja hehehe. Janji adalah keharusan. Meskipun kuakui, aku pun pernah melanggar janji yang kubuat sendiri. Seperti yang kulakukan 26 Mei 2012 lalu. Aku seharusnya menjadi fotografer untuk acara lingkungan dari YPBB (aku lupa singkatan dari apa). Sebenarnya aku datang, namun aku sangat terlambat hingga aku percaya diriku keburu hilang lenyap dibawa jerawat-jerawatku (apa hubungannya?) hahaha. Jadi aku pun hanya dapat meminta maaf dan akan ikut di kesempatan yang akan datang. Maaf aku tidak mampu memenuhi janjiku. Cerita janji barusan sebenarnya tidak ada hubungannya dengan cerita yang akan kusampaikan. Karena cerita ini cenderung merupakan cerita lanjutan. Ya, kemarin aku berkisah sampai kepada terpilihnya kami berdua, aku dan Mr. T, untuk bertugas bersama sebagai Transmania melanjutkan audisi di Jakarta. Hari itu aku dan Mr. T tidak berangkat bersama karena lokasi kami yang berbeda. Kami berjanji akan bertemu di jalan masuk Gedung Bank Mega. Ada kisah memalukan, untukku, yang ingin kutulis disini. Pemanggilan ini sifatnya mendadak. Jadi aku yang sedang berlibur di rumah tidak membawa seragam tugas Transmania. Itu semua kutinggal di Bandung. Jadi aku pun menitipkan pada Giegie untuk menyiapkan itu beserta dengan pakaian dalam secukupnya karena penugasan ini mengharuskan kami menginap selama empat hari di hotel dengan calon peserta dan karena kebanyakan pakaian dalamku ada di lemari kosan.
Setelah menyatakan hal itu, aku pun merasa santai karena percaya Giegie pasti akan menyusunnya dengan baik. Sampai pada pagi di pertemuan aku dan Mr. T di Jakarta, aku langsung sontak terkaget dan terdiam melihat tas yang diberikan Mr. T kepadaku. Sungguh memalukan! Ternyata Giegie tidak menaruh pakaian dalamku di antara tumpukan seragam tapi malah menyusunnya di samping seragam itu! Huwaaa! Aku jadi membayangkan apa yang dipikirkan Mr. T yang selama dua jam memegang tas itu dan berkesempatan kapan saja melihat ke dalamnya. Wew! Aku berusaha santai tapi pada akhirnya aku merasa geli dan membicarakan hal itu dengan Giegie. Dan dia pun terbahak. Dasar memang! Aku hanya berharap Mr. T yang susah bangun pagi dan sering mendapat emosi yang buruk kalau diminta berangkat pagi itu, hanya benar-benar tidur sepanjang perjalanan dan tidak berminat melihat apa isi tas titipan itu. Lalu, kami pun pada akhirnya bertemu Transmania lainnya di Kantin Bank Mega. Ya, karena kami memang bukan yang asli Jakarta, kami pun tahu diri dengan kembali memperkenalkan diri kami masing-masing kepada mereka. Tibalah saat pembagian tugas. Mr. T selalu berkata kepadaku bahwa dia tidak mau jauh-jauh dariku karena cuma aku yang dikenalnya. Aku pun hanya mengatakan tidak usah khawatir, tidak apa-apa, mereka juga mengerti. Dan benarlah kami ditugaskan di hotel yang sama.
Ternyata kekhawatiran Mr. T memang tidak terbukti. Nyatanya, dia langsung dapat berbaur dengan yang lain. Ya, karena faktor wajah yang ganteng juga, dia jadi banyak disukai oleh para Transmania perempuan, termasuk Killa, yang tergolong cantik. Pada hari pertama saja sudah banyak sahutan yang memanggil nama Mr. T. Mulai dari acara berkumpul atau seterusnya. Tugas kami saat itu sebenarnya sederhana. Kami memegang peran sebagai Liasion Officer (LO) atau penghubung antara peserta dan audisi tersebut. Masing-masing LO memegang lima peserta. namun, selain sebagai LO, kami pun ditugaskan untuk mengamati tingkah laku peserta dan menilainya. Dan bagiku, ada seseorang yang cukup menarik dari peserta yang kupegang, yang ternyata seusia dan seagama denganku. Kejadian langka itu, hahaha. Namun, dia tidak masuk tahap yang kedua, dan akhirnya pulang di hari kedua. Sayang sekali memang. Tapi untungnya kami sudah bertukar nomor telepon hehehe. Untuk nama dan cerita selengkapnya tunggu dulu ya, satu-satulah hehehe.
Ini terjadi di awal tahun 2011. Sekitar akhir Januari. Hari pertama aku merasa baik-baik saja dengan para Transmania lain dan peserta. Di hari kedua, Mr. T mulai berkomentar bahwa kami yang dari Bandung seperti tidak dianggap oleh Transmania lain. Aku masih menanggapinya dengan menyatakn itu hanya perasaannya saja. Tapi, di hari ketiga aku mulai merasakan kejanggalan. Sepertinya para Transmania perempuan Jakarta ini tidak suka melihat kedekatanku dengan para peserta. Padahal aku ini sengaja mendekati karena ingin menjalankan tugas mengenal kepribadian mereka juga. Jadilah saat itu aku seperti dijauhi. Aku yang tidak pernah mengalami ini saat audisi Bandung, menjadi geram setengah mati. Apalagi saat itu Mr. T tidak bersamaku melainkan bersama Killa, mengantar para peserta audisi tes kesehatan. Entah mengapa aku pun merasa kesal saat mengetahui yang pergi bersama Mr. T adalah Killa. Yah, tapi itu hanya sesaat karena akhirnya lewat Blackberry Messenger aku masih dapat mengobrol dengan Mr. T dan ternyata di sana memang masih menunggu saja. Akhirnya aku dan salah satu anak baru Transmania ditinggal untuk diminta jaga tas para Transmania ini sembari mereka membeli minum dan lain sebagainya. Di saat itulah aku menelepon Giegie menceritakan semua kekesalan. Dia terbahak dan meminta aku sabar karena memang para Transmania Jakarta ini bermuka dua. Yah, apa mau dikata, sabar adalah jalan terbaik.
Tidak terasa hari keempat sudah kami jalani. Aku merasa disitu hubungan Mr. T dan Killa menjadi intens tapi entahlah mungkin hanya penglihatanku saja. Sampai pada saatnya kami pulang, kami pun langsung menuju Bandung bersama dengan para peserta yang lain. Yang kusedihkan saat itu Mr. T tidak mengatakan apapun tapi langsung mengambil tempat duduk lain. Jadilah sepanjang jalan tidak ada yang kami obrolkan sampai di taksi yang menuju daerah kosan kami pun, aku yang kepalang kesal, malas menanggapi bantuannya untuk membawa barang-barangku. Dan malah dengan jutek aku meminta dia untuk tidak berbasa-basi. Setelah itu aku pun mulai malas untuk bersama-sama dengan Mr. T. Aku hanya meminta saran saja karena aku sedang berdekatan dengan peserta audisi itu. Sampai pada aku akhirnya berjalan berdua dengan peserta audisi itu. Aku pun terbuka bercerita kepada dia. Meskipun tidk semua hehehe. Namun, kejadian 07 Maret 2011, mulai menguak semua kebenaran yang terselubung. 

Sabtu, 02 Juni 2012

Waktunya Mendengar

Sudut kanan bawah menunjukkan 21:20 WIB. Sudah setengah tahun berlalu sejak terakhir kutulis kisahku dengan Mr. T. Saat ini aku tersenyum sembari kembali mengingat malam-malam kami di Braga. Setelah hari-hari itu, aku kembali masih terhanyut dengan keterpurukan karena manusia bernama Aga. Tapi, terima kasih Tuhan, aku mampu mengalihkan pikiran dan rasa yang begitu negatif dengan berolahraga yakni berenang. Aku melakukan rutinitas itu kembali. Ketika berenang aku merasa dapat melepaskan emosi yang tidak seimbang mengalir bersama air. Ya, sekalian menguruskan badan karena aku yang menjadi penerima tamu saat pernikahan abang kandungku. Pada masa itu, aku dan Mr. T sempat beberapa bulan tidak berkomunikasi lebih mendalam selain hanya sapaan. Sampai pada akhir tahun 2010, aku dan dia kembali mengadakan temu janji makan malam (jangan membayangkan restoran mewah dengan lilin cantik dan makanan lezat, justru sebaliknya kali, hahahaha). Kami makan di warung sate di daerah kosan kami, yang selalu penuh ketika dilewati. Pertemuan ini seperti melepas kangen sebenarnya hehehe.
Sambil menunggu pesanan datang, aku dan Mr. T pun berbagi soal yang terjadi dalam hidup kami. Aku bercerita tentang pernikahan abangku dan dia menceritakan mengenai kondisinya yang sempat sakit beberapa waktu sebelumnya. Aku kaget, spontan meminta maaf, karena aku tidak tahu. Lalu aku berkomentar soal potongan rambutnya yang terlihat pendek. Selalu, jika melihat orang memiliki rambut baru, dalam artian dipotong pendek, celetukan yang sama pasti mengalir dari mulutku, yakni, "Lagi patah hati ya?" Hahaha. Awalnya dia menyangkal, dia mengatakan tidak potong rambut. Tapi setelah aku tanya  mengenai hubungannya dengan Ms. A, dia pun menarik napas panjang. Refleks, kutanya mengapa? Dia pun mulai bercerita. Sudah kurang lebih empat bulan (berarti bulan Juli 2010), kalau tidak salah ingat, dia putus dengan Ms. A. Dia bercerita itu semua karena sebuah foto. Foto yang dilihat oleh ibunya, tepat setelah dia menceritakan hubungannya dengan Ms. A. Ibunya mempertanyakan (sambil menunjukkan foto tersebut) apakah benar perempuan seperti ini yang akan dia pilih. Untuk sejenak dia menghentikan makan lalu melanjutkan. Setelah ibunya mengatakan hal seperti itu, dia pun berpikir. Dan juga meminta saran dari beberapa teman laki-laki di kampus kami. Caranya dengan menunjukkan foto itu setelah memotong bagian wajahnya. Dan temannya menyatakan pose itu parah.
Jika dideskripsikan, dalam foto itu Ms. A sedang berlibur dengan dua temannya bersama wisatawan asing alias pria-pria bule. Mereka mengambil banyak foto, ada yang beramai-ramai, ada pula yang hanya berduaan. Ada satu foto dimana Ms. A berpose saling berhadapan dengan mimik bercanda mencengkeram dengan baju yang selayaknya orang di pantai (terlalu terbuka). Ada pula foto di saat mereka beramai-ramai dengan para pria bule itu dengan paha Ms. A dipegang oleh salah satu bule. Dan masih banyak lagi. Itulah yang dia katakan kepadaku, bahwa setelah dipikir matang-matang, dia mau mengakhiri hubungan dengan Ms. A. Selesai dia menceritakan itu, aku dan dia hanya diam dan menikmati sate kami masing-masing hingga saatnya kembali ke rumah mungil kami masing-masing. Perasaanku saat itu masih tidak jelas. Antara aku senang, sedih, yang jelas aku hanya berusaha menyembunyikannya dari hadapan Mr. T.
Setelah itu kami pun semakin sering terlihat bersama. Berangkat ke kampus bersama, pulang kampus bersama, mencari makan malam pun besama, hingga kami digosipkan bersama, hahahaha. Ada satu cerita yang membuat aku sempat merasa istimewa untuknya. Di saat kami masih sering menghabiskan waktu bersama, waktu itu pulang dari kampus, kami yang tidak mendapat tempat duduk di DAMRI (angkutan wajib mahasiswa yang tinggal di Bandung), terpaksa berdiri sampai ada tempat duduk yang kosong. Tanpa sengaja, aku bertemu dengan teman SMP bernama Yoga. Ya, sedari dulu sekelas, aku memang senang melihat kelakuan jahilnya kepada Galuh. Kami pun ngobrol, tentunya Mr. T pun aku kenalkan. Tapi sepertinya kami asyik sekali mengobrol berbagai macam hal sampai Yoga turun. Baru setelah itu, aku sekilas melihat raut muka Mr. T yang kesal karena dia tidak diajak mengobrol atau karena dia cemburu? Entahlah, yang jelas setelah itu dia menanyakan siapa Yoga dan kujawab dia teman sekelas sewaktu SMP, komentar ini pun keluar dari mulutnya, "Akrab banget ya" sambil melihat Blackberry nya.  Kemudian dia memutar badannya membelakangiku dan sibuk dengan Blackberry di tangannya. Aku merasa geli sendiri jadinya, hahaha.
Di saat banyaknya kami menghabiskan makan malam bersama, ada satu malam dimana kami mau mencoba memakan daging dewa di tempat yang menurutnya enak karena sudah beberapa kali disana. Aku pun mau karena sudah lama sekali tidak memakan daging itu hahaha. Letaknya di dekat  Bandung Indah Plaza, depan Taman Kota Bandung. Aku yang baru pertama kali ya pastinya bertanya sama dia, apa yang enak. Dia mengatakan fu yung hai. karena aku tidak ingin memakan nasi atau tidak ingin memesan menu yang sama, aku pun memesan menu lain. Nah, di waktu menunggu makanan kami datang inilah, aku merasa ada yang aneh dengan sikapnya. Dia menatapku begitu lekat sampai aku merasa risih. Lalu aku pun hanya menunduk, tanpa bertanya. Lalu tanpa ditanya, dia menceritakan mengenai tempat itu. Dia mengatakan bahwa tempat ini merupakan salah satu tempat favorit dia dan Natnat. Aku hanya mendengar tak berkomentar sampai makanan datang. Bihun goreng yang kupesan lumayan. Tapi memang, fu yung hai nya tak ada duanya, laziiis! Hahaha. Tanpa sadar, aku yang memang doyan makan, banyak menghabiskan fu yung hai yang satu porsinya bisa untuk dua orang. WOW. Aku tersadar saat dia mengatakan bahwa makanku banyak Dan saat itu juga aku malah makin menambah kecepatan makanku hahahaha. Irene, Irene, ditegur seperti itu harusnya kamu paham, kalau dia tidak suka dengan perempuan yang makannya banyak. Itu yang ditulis di majalah-majalah pembaca hehehe. Ketika itu aku sangat kesal karena merasa dibandingkan dengan Natnat. Karena aku berpikir aku bukan Natnat dan karena aku tidak punya hubungan apapun dengannya, jadi kujawab "Memang" untuk komentarnya itu.
Namun, di kosan aku pun jadinya mencurahkan itu semua kepada Giegie, salah satu teman SMP yang sedang tinggal bersamaku. Aku merasa itu waktu yang tidak menyenangkan dan setelah itu aku jadi malas jika diajak mencari makan malam yang enak olehnya. Aku menyindir dengan berkata bahwa aku akan buat dia malu karena aku makannya banyak. Giegie yang telah kenal dia juga, menyampaikan kekesalanku itu, dan setelah dibicarakan, mereka tertawa, aku pun akhirnya tertawa. Ya, kami bertiga menjadi dekat satu sama lain. Setelah aku mengenalkan Giegie, kami sempat makan dan berfoto bersama di Braga Permai. Ya, tercipta lagi momen indah di sana. Meskipun Mr. T terlihat acuh tak acuh. Aneh memang setelah itu kami bertiga semakin dieratkan dengan proyek kerja bersama menjadi Transmania. Sebuah klub pecinta Trans TV.  Kami menjadi kru audisi program-program Trans TV. Audisi yang pertama menyatukan kami itu di Bandung. Setelah dua hari penuh bekerja bersama dan kelelahan, kami masih sering bersama setelahnya. Sampai akhirnya, Giegie mndapat tawaran melanjutkan menjadi kru audisi di Jakarta. Karena dia sedang Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa akhirnya aku dan seorang yang lain yang dimintanya pergi. Karena aku yang saat itu di Jakarta lebih mudah mencapai lokasi tidak membayangkan bahwa ternyata seorang yang lain itu adalah Mr. T. Doki-doki!