Rabu, 06 Juni 2012

Topeng itu Nyata

Ada apa dengan 07 Maret 2011? Aku menang undian? Hahaha, bukan. Aku mengalami kecelakaan motor hingga membuat aku harus tetap di rumah bahkan lebih tepatnya di tempat tidur selama hampir enam bulan.  Saat aku kecelakaan aku dengan kekuatan terakhir berusaha kembali kekosan sendiri. Sesampainya di kosan, aku langsung menelepon Mr. T (karena kupikir dialah orang yang terdekat yang dapat dengan segera menolongku). Dia sedang bersenang-senang dengan teman-temannya, mungkin teman kosan, di karaoke, tapi dia berjanji akan segera datang menemaniku ke RS. Namun setelah hampir setengah jam dia tidak kunjung datang. Aku menelepon kembali dan ternyata dia sedang makan bersama. APA? Kusadari saat itu sakitku bertambah. Tapi Tuhan memang sungguh baik, dia tidak membiarkanku begitu saja, karena berkat Bang Didi dan Kak Dorma, aku akhirnya diantar ke RS. Bang Didi adalah penghuni kosan terlama sampai sekarang. Dan Kak Dorma adalah orang terdekatnya (tidak tahu status jelasnya). Mereka dengan sukarela menawarkan jasa untuk mengantarku. Aku pun baru menangis saat berada di UGD saat aku menelepon Ibuku. Sedihku seakan-akan pecah saat itu. Hingga malam pun tiba, aku di antar kembali oleh mereka. Mr. T tidak datang sama sekali, tidak seperti ucapannya.

Keesokan paginya, barulah Mr. T menghubungi. Dia menanyakan sarapan apa yag kuinginkan, dan karena aku lapar, aku pun menyatakan apa yang kinginkan. Akhirnya dia datang dan kami sarapan bersama. Dan tidak lama setelah itu Mamaku datang. Dan Mama yang selalu khawatir berlebihan menjadi sangat reaktif dengan kondisiku. Akupun berusaha menenangkannya. Mamaku bertemu Mr. T dan berkenalan. Lalu tidak lama setelah itu Mr. T pun pamit. Tapi sore harinya dia kembali, bermaksud meminjam motor sekaligus menawarkan untuk mengambil hasil ronsen kakiku. Aku yang tidak dapat jalan pun hanya dapat menyetujuinya. Sudah hampir dua minggu Ibuku bolak balik Jakarta-Bandung untuk melihat keadaanku. Sudah dua kali pula cairan di lututku disedot. Sudah berkali-kali juga Ibuku membawa makanan enak untukku. Sudah berulang kali juga Mr. T memakan masakan Ibuku dan menyukainya. Ada komentar yang tidak mungkin kulupakan dari Mr. T yang menyatakan paha dan betisku besar juga setelah melihat perban di kakiku. Lalu pernah juga Ibuku meninggalkan kami berdua sendirian di kamar. Aku memang hanya bersandar di tempat tidur dan Mr. T sibuk dengan menjelajahi dunia maya dengan netbukku. Tidak ada percakapan berarti saat itu. Meskipun, mungkin ya, Ibuku berpikir ada sesuatu yang spesial di antara kami.

Singkat cerita, akhirnya aku harus tinggal di rumah demi diriku sendiri dan demi Ibuku yang merawatku. Aku mulai merasakan kesendirian dalam masa itu. Mr. T masih menghubungiku beberapa kali dan Giegie masih meneleponku. Tapi mereka menelepon, SMS, selain untuk menanyakan keadaanku juga untuk melaporkan situasi di kosan. Karena setelah Giegie benar-benar menyewa kamar sendiri di kosanku itu, dia mendapat banyak masalah dari dua penghuni kosan lain. Dan aku yang saat itu masih sangat percaya dengan dia hampir 100% mempercayainya. Namun, karena hal itu berlangsung lumayan lama, aku pun jadi meragukan, karena selama aku di sana tidak ada masalah yang berarti. Apalagi setelah Mr. T memutuskan untuk pindah kosan juga ke tempat kosanaku dan Giegie. Ya, jangan terlalu kaget dengan itu semua karena Giegie yang memintanya. Aku saat itu mulai menyadari perasaanku kepada Mr. T. Namun, meskipun masih ada rasa sakit aku rindu ingin bertemu (bahasanya zadul ya pembaca, hahaha). Hingga akhirnya aku menawarkan Blackberry teman adikku untuk dibelinya. Kondisi Blackberry itu tidaklah bagus malah sebenarnya sudah sangat payah. Tapi, sudah lama Mr. T mencari Blackberry 3G dengan harga murah, jadi kutawarkan saja.

Tidak lama setelah penawaran dariku, akhirnya Mr. T datang ke rumah tempat aku dirawat. Bukan rumah tempat biasa aku tinggal? Ya, karena rumah yang biasa aku tinggali memiliki tangga, dan itu menyulitkan penyembuhanku. Kedatangannya yang pertama sama sekali tidak lancar karena aku tertidur dan kamar kukunci (sebenarnya rumah itu dalam tahap renovasi) dan dia hanya dapat melihatku tertidur selama satu jam lebih hingga aku pada akhirnya bangun dan melihat dia menatapku lewat jendela. Betapa malunya aku menerima dia di saat aku baru bangun. Totally messed up! Tapi, peduli amat, toh meskipun aku menyukainya, dia bukan siapa-siapa bagiku. Negosiasi alot pun kami lalui, sembari dia menanyakan keadaanku dan perjalananku dalam berobat. Dan aku yang berada pada posisi antara gugup atau aneh dengan keberadaan dia (karena sudah cukup lama tidak bertemu). Sepanjang hari itu aku tidak bertanya banyak, haya menjawab pertanyaannya hingga saatnya Mr. T pulang. Aku yang cukup merasa aneh dengan percakapan tadi, akhirnya menanyakan soal Natnat kepadanya, dan dia bilang semua baik-baik saja sambil menghela napas pajang. Something's wrong here.

Mengapa aku menanyakan soal Natnat? Karena setelah kedekatanku dengan Yohanes, sebut saja begitu, peserta audisi program Trans TV itu, dia pun mulai pamer (anggapanku) hubungannya dengan Natnat. Pada suatu percakapan memang dia telah memutuskan untuk kembali dengan Natnat. Dan perasaanku saat itu? Awalnya aku hanya menganggap itu kehilangan seorang teman dekat saja. Karena dari  pengalamanku, jika seorang laki-laki telah menemukan pasangannya dia tidak akan mau dekat-dekat lagi dengan perempuan lain meskipun statusnya teman. Mereka berdua sempat datang di saat aku masih dirawat di kosan. Sambil makan pempek mereka mulai menanyakan kabarku, dan berbagi pempek itu di depanku. Antara sakit dan senang yang kurasakan saat itu. Tapi aku mulai sadar aku mulai merasakan sesuatu yang spesial yang sebentar lagi akan hilang. Mengenaskan, hal ini telah berulang kali terjadi padaku. Seperti ada yang mengatakan bahwa kamu baru menyadari betapa berartinya sesuatu, di saat kamu kehilangan sesuatu itu. Konyol, bodoh, dan sedih itulah yang akhirnya kurasakan di saat melihat mereka berdua.

Kembali ke penawaran Blackberry. Mr. T akhirnya menyerah pada negosiasi itu dan kembali datang membeli Blackberry itu. Tapi sikapnya masih aneh menurutku, seperti banyak sekali yang disembunyikan. Tapi aku hanya dia tidak banyak bicara. Karena sebenarnya dia baru saja akan datang ke pernikahan teman seangkatanku Grace. Satu hal yang membuatku kembali kecewa dan tersakiti, aku tidak di ajak olehnya menghadiri pesta itu. Padahal aku masih dapat berjalan meskipun tidak sempurna. Mungkin dia malu. Karena jika di kampus pun dia seperti tidak mau berbicara denganku. Sudah kucoba berbicara dengannya tapi dia tidak mau mengobrol sambil menatap wajahku. Thank God, tidak lama setelah itu, aku kehilangan alat komunikasiku, yang pasti berdampak pada hubunganku dengan teman-teman, termasuk Mr. T dan Giegie. Why thank? Because God is good. God know everything that I need. Berusaha menerima dan mendukung keputusan Mr. T yang kembali pada Natnat membuatku urung menghubungi atau menanyakan kabarnya. Pernah dia begitu penasaran hingga menanyakan mengapa aku tidak pernah menghubungi dia lagi. Aku hanya berkata, tidak apa-apa hanya takut mengganggu.

Sampai pada akhirnya aku sembuh dan mulai dapat berjalan jauh, aku ditemani Ibuku dan adikku beberapa kali ke kosan. Dari sinilah mulai terlihat kebenaran itu. Motor yang aku gunakan ternyata sering dipakai oleh Mr. T sampai dibawa menginap. Awalnya memang aku mengatakan bahwa kalau ingin memakainya pakai saja. Harfiahnya, orang yang telah dewasa pasti mengerti sejauh mana dia harus menggunakan motor tanpa Surat Tanda Kendaraan Bermotor alias STNK. Pernah suatu kali aku dan Ibuku datang kekosan. Aku melihat motor tidak ada, dan saat itu Giegie sedang keluar kota. Langsung pikiranku tertuju pada Mr. T. Dihubungi, di telepon tidak di angkat. Padahal sudah aku coba juga lewat telepon selular Ibuku. Saat besoknya ditanya motor dipakai atau tidak, dia malah tidak mengakui memakainya dari siang, waktu dimana aku dan Ibuku sampai di kosan. Huuufh. Aku, terlebih Ibuku, kecewa. Aku akui, aku menikmati liburan ke Pulau Untung Jawa lalu ke Danau Toba setelah aku dapat berjalan kembali. Dan setelah aku beberapa kali ke Bandung, mungkin karena kejadian motor itu, entah mengapa aku lebih memilih menginap di tempat temanku dibanding ke kosan dimana Mr. T berada. Sampai ada suatu momen sebelum aku berziarah ke Danau Toba, aku ke Bandung, dan Mr. T mengetahuinya. Dia menanyakan apakah aku tidak datang ke kosan, aku jawab tidak.Ternyata setelahnya aku baru tahu dari Giegie, jika saat itu adalah saat terpuruknya.

Maafkan aku tidak tahu jika dia memang hanya sendiri saat itu. Giegie sedang di Lampung dan aku tidak ingin ke sana. Seandainya aku di sana saat itu mungkin keadaan akan berbeda. Sampai aku pulang dari Medan, aku pun kembali ke kosan. Aku membawa oleh-oleh baju untuknya dan Giegie. Karena kondisiku yang masih memerlukan kontrol setiap minggunya, aku pun harus bolak-balik Jakarta-Bandung. Mungkin di saat aku memberikan oleh-oleh ituadalah saat yang tidak tepat. Aku benar-benar cemburu dengan kedekatan Mr. T dan Giegie. Dan aku yakin itu terlihat jelas di wajahku. Akhirnya oleh-oleh itu hanya kuletakkan begitu saja setelah kami menonton film bersama di kamar Mr. T. Aku kepalang kesal hingga tidak mau di ajak keluar sama sekali. Sampai esoknya aku memilih pulang ke Jakarta. Namun, saat kembali bersama adikku dan Ibuku, ada suatu hal yang membuatku terkejut. Oleh-oleh dariku untuk Mr. T ada di tempat tidurku terbalik dan seperti dilemparkan begitu saja. Oh God! Sungguh mengecewakan sungguh sakit hati ini. Dan adik juga Ibuku mengetahuinya. Betapa menjengkelkan Mr. T sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar