Jumat, 08 Juni 2012

Lapis Demi Lapis Kebenaran

Sebelum melanjutkan ceritaku, aku ingin mengaku. Sebenarnya aku masih merasa tidak yakin mau membagikannya. Namun ini sudah sangat terlambat untuk dipotong. Sebenarnya menguak kisah lalu yang belum selesai hingga kini membawa rasa yang aneh untuk diriku sendiri.Entah untuk orang lain atau Mr. T yang kubicarakan di sini. Jujur, sampai cerita ini kutuangkan di sini. Aku belum pernah bertemu lagi dengan Mr. T sejak November 2011. Ternyata sudah hampir enam bulan ya? Hahaha, tidak terasa. Aku benar-benartidak memiliki kontak yang berarti meskipun itu hanya dari BBM atau sekedar SMS, kami tidak pernah melakukannya lagi. Ada apa? Aku pribadi, sudah tidak dapat percaya lagi sama Mr. T. Ada banyak lapisan yang dia tutupi selalu dan selalu ditutupi dengan pesona wajah dan matanya. Lapisan-lapisan itu bertumpuk lebih banyak dari yang kukira. Yang pada akhirnya membuatku seperti orang bodoh berharap bubur dapat menjadi nasi. Kurang lebih inilah lapisan-lapisan yang dibuatnya kepadaku.
Setelah insiden kaos yang kuberikan. Aku yang kecewa, marah, dan kesal, masih mencoba tenang untuk menanyakannya. Dan hasilnya, dengan gugup, terbata-bata, kata-kata "Masa Sih?", jalan ke sana kemari, dia menyatakan tidak tahu mengapa kaos itu ada di kamarku. Omong kosong, pikirku. Yah, dan setelah itu aku memang tidak memiliki niat lagi untuk berada tetap ada dikosan itu. Tapi, sesampainya di rumah, rasa sayang itu muncul kembali. Aku mulai berpikir bahwa setiap manusia pasti berbuat kesalahan dan begitupun aku. Jadi, aku punya alasan apa untuk tidak mengampuninya seperti saat aku memaafkan diriku sendiri? Setelah berpikir seperti itu, dan kurang lebih telah menyadari tiga hal penting yang harus kusampaikan sebagai permohonan maaf kepadanya, beberapa waktu kemudian aku kembali kekosan dengan niat mengobrol dengannya. Namun, apa daya, lagi-lagi dia pergi keluar dengan motor yang dahulunya kupakai. Alasannya, dia pergi nonton bola. Aku yang memang datang malam hari (sengaja, karena waktu yang tepat untuk mengobrol menurutku, di saat malam) telah memepersiapkan diri dengan sungguh untuk berbicara. 
Hampir tengah malam saat itu, aku memberanikan mulai bicara dengannya, yakni mengenai tiga hal penting. Tapi, sebelum aku memulai pembicaraan serius, Mr. T sudah banyak berbicara mengenai komunikasi kami yang tidak lancar lagi. Menurutnya, itu disebabkan oleh banyaknya momen yang kami lewatkan bersama-sama. Dia sudah berubah, pikirku saat itu. Dia bukan lagi pribadi yang tertutup seperti dulu. Dia sekarang banyak bericara, bahkan banyak yang tidak kumengerti. Dia pun berterima kasih kepadaku karena telah mengenalkannya pada Giegie. Karena gaya hidup dia berubah setelah bertemu mereka. Ya aku pun merasa senang akan hal itu. Lalu aku pun meminta giliranku. Aku tidak terlalu ingat apa saja yang kusampaikan saat itu. Kurang lebih mengenai Blackberry payah yang dia beli dariku. Lalu soal Tante D, adik Ibuku, yang mengurus kosan ini. Dan terakhir soal komunikasi yang tidak berjalan lancar. Aku pun menanyakan soal kembalinya Mr. T dengan Ms. A dan kenapa dia memilih Ms. A (aku tahu dari Giegie, dia kembali dengan Ms. A, saat dia terpuruk saat itu). Dengan duduk bersama di kasurnya, dia pun menyatakan sekali lagi, itu karena memang aku dan dia banyak kehilangan momen semenjak aku di rawat di rumah. Sesudah itu, Mr. T pun mulai berkata sesuatu tentang aku yang diakuinya sebagai "Teman Dekat" dan suatu saat dia pun akan bercerita mengenai hidupnya kepadaku. Karena menurutnya, hanya ada Natnat, Amjad, Giegie, dan Roliv yang benar-benar mengetahui bagaimana dia dan hidupnya. Mr. T juga meminta maaf saat itu. Kami pun mulai mengobrol enak hingga tertawa-tawa.
Sedang asyik-asyiknya mengobrol, tiba-tiba pintu utama kosan digedor dengan kencang berulang kali. Aku dan Mr. T sangat kaget. Lalu Mr. T membuka pintu dan TARAAA ada Ms. A di sana. Dia marah-marah karena Mr. T lupa menjemputnya. Rentetan petasan di telingaku. Mengganggu sekali. Dan pada akhirnya Mr. T pergi dengannya, mengantarnya pulang. Kukira dia akan kembali, namun ternyata tidak. Aku yang mungkin saat itu sedikit gila, senang memeluk jaket Mr. T yang tergantung di luar. Jauuuh di dalam lubuk hatiku rindu itu sudah tidak dapat kutahan lagi. Hahahaha. Tapi aku kecewa mengetahui keesokan paginya, dia baru datang, bersamaan dengan Giegie dan Roliv. Katanya mereka papasan. Kami pun jadi membahas tentang tadi malam. Antara tertawa geli dan apalah, Giegie dan Roliv sepertinya merasa itu bukanlah hal yang asing lagi. Terserahlah hahahaha. Tapi untuk Mr. T itu seperti suatu hal biasa yang seharusnya bukan menjadi bahan tertawaan. Ya sudahlah, hehehehe. Aku pun sempat mengobrol melanjutkan perbincangan mengenai momen-momen kami yang hilang. Ternyata dia seperti berniat mengajakku untuk ikut serta dalam kegiatannya di gereja yang baru dia datangi akhir-akhir ini. Aku pun menolak karena aku merasa tidak ada yang membuat aku merasa kurang atau terbebani dengan apa yang kupeluk hingga saat ini. Yak, selamat menjadi single fighter!
Setelah kejadian itu banyak sekali yang harus kupersiapkan kembali untuk menata hidupku. Hubunganku dengan Mr. T menjadi lumayan baik. Aku beberapa kali menghubunginya untuk meminjam DVD dan kamarnya. Ya, karena aku pun pada akhirnya berkonflik dengan Tanteku sendiri saat beliau mengambil spring bed yang berasal dari kamarku. Aku memutuskan pindah. Inilah momen dimana Giegie dan Mr. T mulai galau terhadap keputusanku. Mereka seperti berat sekali melepasku. Aku pun sempat terpengaruh dan merasa keputusanku ini salah. Aku pun hampir putus asa saat mencari kosan di Jatinangor. Ya, Jatinangor tempatku kembali. Setelah tiga hari berturut-turut aku baru menemukannya. Aku saat itu sudah merasa kuat menghadapi kesendirianku. Meskipun sempat ku menangis merasa bersalah meninggalkan mereka berdua. Tapi Mamaku berkata, "Jangan tumbang karena orang lain!" Aku pun merasa inilah jalan Tuhan yang harus kulalui. Dan aku pun meminta maaf kepada Giegie, kepada Mr. T, berharap mereka mengerti dan menerima keputusanku ini. Terbukalah lagi jarak antara aku dengan Mr. T. Ini kusengaja, tujuanku, agar aku lebih konsentrasi dan konsisten dalam menyelesaikan skripsiku. Tapi selesaikah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar