Selasa, 31 Agustus 2010

New Month, Saat Kuberanjak

Wah wah sudah sebelas hari kutinggalkan blog ini. Hehehe. Sekarang sudah bulan september, sebentar lagi lebaran, orang sibuk belanja, sibuk mencari hal yang baru. Saya pikir sayapun begitu. Mencari hal yang baru. Hahay. Inilah babak selanjutnya. Hehehe. But for your information first, manusia yang saya cari kemarin saat buka puasa bersama ternyata tidak datang. Mungkin sudah ada firasat tidak enak sebelum dia pergi. Hihihi. Biarkanlah itu jadi cerita saja. Hehehehe. Sekarang kisah cinta yang sesungguhnya memilukan baru dimulai. Hahaha tidak seseram itu kok, saya cuma berlebihan. Hehehe.
Memasuki kelas tiga Sekolah Dasar (dimana sisi feminin sudah terlihat - menurut emak saya), saya sepertinya terlalu dini untuk mengatakan bahwa saya jatuh cinta. Mungkin cinta-cintaan saja. Hehehe. Dulu, saya sering sekali main ke tempat teman saya, satu komplek beda blok, lumayan jauh tapi hobi berkelana saya membuatnya jadi bukan masalah. Dia berinisial Deo (loh itu nama ya? hahaha), tetangga teman sekaligus saudara saya yang bernama Riris. Sedari kecil, kata emak saya, saya emang paling suka melihat sosok lelaki bening, bersih. Teman-teman abang saya pun dari dulu suka saya seleksi mana yang boleh bermain dengan abang saya mana yang tidak, dilihat dari fisiknya. Haduh jahatnya, pasti anda berpikir begitu. Hahaha. Saya juga tidak mengerti mengapa, mungkin karena waktu kecil saya dikelilingi oleh om-om, tante-tante (baca: saudara-saudara emak dan bapak yang belum menikah) yang mereka selalu membicarakan bagaimana saya harus mencari sosok lelaki yang dianggap lebih oleh mereka. Alhasil berdampak juga sampai kuberanjak remaja. Huuufffhhh. Back, back. Deo adalah sosok yang sangat saya suka saat itu. Meskipun Riris mengatakan kalau dia kemayu, tapi menurut saya tidak. Beberapa kali saya dan Riris bermain bersama dia. Menyenangkan sekali. Boncengan sepeda bareng, main petak umpet bareng, main tak jongkok bareng, dan masih banyak lagi. Hahahaha. Dia pun terlihat sangat senang bermain bersama saya. Sampai semuanya mulai berubah saat saya memberikan surat cinta sama dia. Huwahahahaha terbuka sudah. Terserah anda menganggap ini buka aib atau apalah itu, buat saya ini kisah yang tak terlupakan, meskipun mengenaskan. Hiks. Surat itu saya titipkan ke Riris, dengan penuh semangat karena menulisnya sampai satu atau dua lembar (saya lupa pastinya) semalaman, dan berharap akan ada balasan darinya. Namun naas, berita balasan yang saya dapat dari Riris. Sesaat dia menerima surat itu, dia langsung merobeknya ditempat dan membuangnya tanpa dibaca. Hati saya terluka, sangat, dan sesudah itu saya pun tidak mau bermain sama dia atau kerumah Riris lagi. Untungnya Tuhan yang begitu baik memutuskan bahwa saya dan keluarga harus pindah ke Nusa Tenggara Timur saat kelas tiga cawu ketiga (masih main caturwulan zaman saya hehehe), Atambua tepatnya, perbatasan Timor-timur dengan Indonesia saat ini. Perpindahan itu juga sebenarnya karena saya, yang belum bisa pisah sama bapak, yang sakit dengan penyakit yang tidak bisa didiagnosa oleh dokter, hahahaha. Dengan langkah mantap keluarga saya pun pindah ke Nusa Tenggara Timur. Hehehe. Bye Deo!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar